Pelaku industri fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman daring (pindar) meminta agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak menurunkan batas atas bunga sektor konsumtif pindar pada tahun 2026 mendatang. Sebab, hal ini dikhawatirkan akan semakin mempersempit ruang inovasi.
Direktur Utama Findaya, Marcella Chandra Wijayanti menilai, ketetapan batas atas bunga pindar 0,3% sudah cukup ideal, baik untuk pelaku industri maupun konsumen. Ia juga menekankan, persentase tersebut hanyalah batas atas, yang mana tidak semua konsumen dikenakan bunga sebesar itu.
OJK sendiri sebelumnya telah menetapkan batas maksimum manfaat ekonomi per hari dari pinjaman sektor konsumtif dengan tenor lebih dari 6 bulan menjadi maksimal 0,2%,sedangkan untuk tenor kurang dari 6 bulan sebesar 0,3%.
“Jadi kan begini, bunga itu kan maksimal 0,3%. Tapi itu kan sebenarnya nggak semua user kita kenakan maksimum. Kalau user yang baik tuh bunganya jauh lebih murah,” kata Marcella ditemui di Plaza Singapura, Singapura, Rabu (12/11/2025).
Seiring berjalannya waktu, Marcella menambahkan, para pengguna dengan rekam jejak yang baik sedikit demi sedikit bunganya akan terus turun. Kondisi seperti ini menurutnya tidak memberatkan dari sisi industri.
Namun hal ini dengan catatan, masih ada ruang untuk industri berinovasi melakukan penyesuaian. Menurutnya, apabila bunga kembali diturunkan justru akan menghilangkan ruang inovasi tersebut, sekaligus memberatkan industri maupun konsumen itu sendiri.
Ia pun mencontohkannya dengan pengguna fresh graduate yang belum punya rekam jejak kredit ataupun pinjaman. Dengan batas bunga pindar yang terlalu rendah, kemungkinan untuk aplikator menerima permohonan pinjaman pelanggan tersebut juga semakin rendah.
Sebab, menerima orang tanpa rekam jejak tergolong ke dalam risiko tingkat tinggi. Sedangkan menerima konsumen berisiko tinggi dengan bunga yang terlalu rendah dapat memberatkan industri di kemudian hari.
“Kita selalu minta OJK, tolong dong kalau misalnya average industri 0,1% ya jangan di-capt 0,1%. Kita nggak ada ruang inovasi,” ujar dia.
“Jadi kita minta ke OJK, bunga yang sekarang itu tetap. Kenapa? Bukan untuk kita nge-boost user, bunganya dimaksimalkan sampai segitu, nggak. Tapi memberikan ruang buat kita untuk menjangkau user-user baru. Sementara user yang lama, pasti kita fair,” sambungnya.
Sebagai informasi, secara bertahap, suku bunga pindar telah beberapa kali mengalami penurunan. Setelah sebelumnya ditetapkan sebesar 0,8% per hari sebagai acuan awal, bunga pindar telah turun menjadi 0,4% per hari pada tahun 2023. Lalu angkanya kembali turun menjadi 0,3% di 2024, dan mengalami penyesuaian kembali di tahun ini.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S Djafar menilai, persentase 0,3% per hari merupakan titik keseimbangan yang pas antara kebutuhan lender, borrower, serta penyelenggara. Ketiga pihak tersebut memperoleh keuntungan serta manfaat yang pas.
Hal ini juga terlihat dari angka disbursement atau penyalurannya yang justru mengalami peningkatan, meski bunga pinjol berangsur mengalami penurunan. Namun apabila angka ini diturunkan lagi pada tahun depan ke posisi 0,2% per hari, bisa jadi keseimbangan itu terganggu.
“0,3% ini kita rasakan cukup karena resiko juga masih bisa ter-cover. Kalau diturunkan bagaimana pak ke 0,2%? Maka saya yakin 1.000% disburse pasti turun. Kenapa? Pasti penyelenggaraannya mikir-mikir untuk memberi pinjaman kepada masyarakat yang berisiko,” kata Entjik dalam Diskusi Publik di Kantor Celios, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Secara keseluruhan, per Juni 2025 ini pokok pembiayaan atau outstanding pinjaman dari pindar mencapai Rp 83,52 triliun. Angka ini masih cukup jauh tertinggal dari outstanding pinjol ilegal yang diproyeksikan mencapai Rp 260 triliun.
Entjik mengatakan, angka ini sudah menurun dibandingkan dengan masa lampau. Kondisi naiknya angka penyaluran pindar juga didukung dengan peralihan dari sejumlah konsumen pinjol ilegal ke pindar.
Tonton juga video “OJK Catat Nilai Transaksi Kripto RI Naik 27,64% di Oktober 2025”
