Kementerian Pertanian (Kementan) membongkar kasus beras oplosan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Kasus oplosan beras tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 10 triliun dalam waktu lima tahun.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, Kementan bersama dengan Satgas Pangan Polri, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) turun mengecek ke lapangan di tempat penyaluran SPHP. Hasilnya, dari total SPHP yang didapatkan di outlet, sebanyak 20% dipajang dan 80% dioplos untuk dijual premium.
“Kita lihat tanya langsung tempat penyaluran SPHP yang dilakukan adalah 20% dipajang, 80% dibongkar dijual premium (harganya) naik Rp 2.000-3.000,” kata Amran saat Raker dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).
Dari praktik tersebut, Amran menerangkan negara mengalami kerugian Rp 2 triliun per tahun atau Rp 10 triliun dalam lima tahun. Amran mengakui pembongkaran praktik oplos beras ini memang berat bagi pihaknya. Kendati begitu, Amran siap menanggung risiko ke depannya.
“Negara subsidi Rp 1.500. Kemudian kemudian diangkat naik lagi harga Rp 2.000-3.000. Kita hitung kerugian negara Rp 2 triliun ini satu tahun. Kalau lima tahun Rp 10 triliun, ya diambil adalah Rp 1,4 triliun. Emang berat bagi kami kami siap tanggung risiko,” jelas Amran.
Beras Oplosan Beredar di Minimarket
Beras oplosan itu, lanjut Amran, sempat beredar di minimarket hingga supermarket terkenal. Temuan ini didapatkan usai pihaknya mengambil sampel beras di minimarket.
“(Beras oplosan) beredar, supermarket beredar. Itu kita ambil sampel-sampel dari sana semua. Dari semua tingkatan, kita ambil sampel itu,” ujar Amran kepada awak media.
Usai kasus tersebut terbongkar, Amran menerangkan pihak minimarket menarik peredaran beras oplosan. Amran berharap dengan tindakannya ini dapat membawa dampak baik bagi masyarakat.
“Kelihatan ada pergerakan ditarik, dan mudah-mudahan itu berdampak baik untuk konsumen,” tambah Amran.
Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan pihaknya telah mengecek ke lapangan. Berdasarkan hasil itu, Arief menyebut ada praktik pengoplosan dalam penyaluran SPHP demi mendapatkan keuntungan. Sebab, penyaluran SPHP beberapa waktu lalu menggunakan beras impor dengan persentase butir beras patahnya mencapai 5%.
“Karena kemarin itu menggunakan beras impor dengan broken 5% sebenarnya itu beras premium kalau dibuka di mix memang akan mendapatkan keuntungan. Ini yang nggak boleh sehingga beras SPHP memang menggunakan kemasan 5 kilogram dan memang benar di tempat yang baik,” kata Arief dalam RDP dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta Selatan (1/7).
Tonton juga “Kala Mentan Endus ‘Mafia’ di Balik Harga Beras Naik saat Stok Aman” di sini: