Starlink Dianggap Abaikan Aturan, Pemerintah Diminta Tegas

Posted on

Rencana Starlink memperluas layanan dengan menjual ponsel satelit langsung ke konsumen tanpa mengikuti izin operasional di Indonesia menuai kritik. Pemerintah diminta bersikap tegas terhadap perusahaan asal Amerika Serikat itu agar tidak menimbulkan ketimpangan dalam industri telekomunikasi nasional dan mengancam kedaulatan data digital Indonesia.Pengamat menilai, sejak awal kehadirannya di Indonesia, Starlink belum menunjukkan kontribusi nyata terhadap pemerataan akses internet di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) seperti yang dijanjikan. Sebaliknya, layanan Starlink justru lebih banyak beredar di kota besar dan kini berpotensi melanggar aturan dengan menghadirkan layanan Direct-to-Cell tanpa gateway lokal dan pengawasan regulator.

Peneliti Keamanan dan Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI), M. Syauqillah, menilai pemerintah perlu mengatur dengan ketat aktivitas pemain asing yang beroperasi di sektor strategis seperti telekomunikasi.

“Ini bukan soal siapa pemainnya, tapi bagaimana pemerintah memastikan layanan digital tetap berada di bawah kendali regulasi nasional dan melindungi data masyarakat,” ujar Syauqillah, di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Menurutnya, handphone satelit Starlink tidak bisa dipandang sekadar inovasi teknologi, melainkan persoalan kedaulatan digital. Tanpa gateway lokal dan pusat kendali (Network Operation Center/NOC) di Indonesia, layanan semacam itu dapat beroperasi di luar pengawasan pemerintah. “Kita bisa kehilangan kendali terhadap data pengguna, karena semua lalu lintas datanya tidak melalui sistem nasional,” tegasnya.

Kajian SKSG UI sebelumnya juga menyoroti ancaman terhadap kedaulatan siber Indonesia akibat layanan internet satelit orbit rendah (LEO). Layanan semacam ini berpotensi membuat negara kehilangan kontrol atas spektrum frekuensi dan audit data. Bahkan, risiko penyalahgunaan data disebut bisa meningkat di wilayah sensitif seperti Papua, karena data tidak tunduk pada hukum Indonesia.

Dari sisi industri, langkah Starlink dianggap dapat mengganggu struktur persaingan usaha di sektor telekomunikasi. Operator nasional seperti Telkom, Indosat, dan XL selama ini menggelontorkan investasi besar untuk membangun infrastruktur serat optik dan BTS di seluruh wilayah Indonesia. Jika Starlink dapat menjual layanan langsung ke pengguna tanpa mengikuti regulasi yang sama, dikhawatirkan terjadi distorsi pasar dan erosi investasi lokal.

Pemerintah, kata para pengamat, harus segera memperjelas batas operasional Starlink agar tidak menjadi preseden bagi pemain asing lain yang berpotensi melewati aturan. “Indonesia tidak menolak investasi asing. Tapi investasi harus memberi manfaat nyata bagi ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat kedaulatan data, bukan sebaliknya,” kata Syauqi.

Dengan penetrasi digital yang semakin meluas, langkah pemerintah mempertegas posisi regulasi terhadap layanan satelit asing akan menjadi ujian penting dalam menjaga keseimbangan antara inovasi, investasi, dan kedaulatan digital nasional.