Tarif impor yang dikenakan Amerika Serikat (AS) ke Indonesia dipangkas dari 32% menjadi 19%. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) pun berharap tarif tersebut masih dapat diturunkan lagi.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpi Akbar Himawan Buchari mengakui pemangkasan tarif jadi 19% masih relatif tinggi. Namun, dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia lebih kecil di mana Laos 40%, Thailand 36%, Malaysia 25%, dan Vietnam 20%.
Akbar menilai defisit perdagangan Amerika dengan Indonesia hanya US$ 19 miliar. Sementara, pemerintah Indonesia telah menawarkan paket senilai US$ 34 miliar sebagai bentuk pembelian komoditas dan investasi.
“Seharusnya, itu sudah membalikkan neraca perdagangan Amerika, yang sebelumnya defisit akan menjadi surplus,” kata Akbar dalam keterangannya, dikutip Kamis (17/7/2025).
Akbar berharap, tarif masih bisa diturunkan. Sebab, tarif yang tinggi akan menekan industri padat karya. Apalagi pada tekstil, alas kaki, dan perikanan yang cenderung bergantung pada pasar AS. Misalnya, ekspor pakaian ke AS, porsinya tembus 60%, furniture 59%, produk olahan ikan 56%, dan alas kaki 33%.
“Bila tarif tinggi tetap diberlakukan, risiko penurunan permintaan akan mengguncang kinerja ekspor dan kelangsungan usaha,” terang Akbar.
Akbar menilai ketidakpastian global masih terjadi, begitu juga dengan indeks manufaktur (PMI). Data terbaru menunjukan PMI Manufaktur Indonesia turun ke 46,9 pada Juni 2025 dari 47,4 pada Mei 2025, hal ini menandakan kontraksi 3 bulan beruntun, melanjutkan kontraksi bulan April 2025 yang merupakan kontraksi paling tajam sejak Agustus 2021.
Selain itu, Akbar menyebut beban biaya produksi meningkat, mulai dari harga energi, bahan baku impor yang masih rentan fluktuasi nilai tukar, hingga kenaikan upah minimum yang belum diimbangi dengan perbaikan productivity gains.
“Hal ini membuat pelaku usaha wait and see, dan lebih kepada efisiensi,” jelas dia.
Kendati begitu, Akbar mengapresiasi upaya pemerintah dalam negosiasi. Sejak April, Pemerintah telah berupaya maksimal agar tarif resiprokal yang dipatok Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak terlalu tinggi. Negosiasi pun dilakukan, sambil melancarkan upaya lain.
Menurut Akbar, hampir semua menteri terkait berjibaku dalam orkestrasi Presiden Prabowo Subianto. Misalnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang menjadi nakhoda negosiator dengan pihak Washington.
Namum, hal itu juga tak lepas dari peran Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang akan membatalkan rencana impor minyak dan gas dari Amerika jika tarif tidak turun.
“Saya baru berbincang dengan Bang Bahlil. Beliau bercerita, ternyata ancaman itu didengar pihak Amerika. Sehingga mereka melunak, dan menurunkan tarifnya jadi 19%,” tambah Akbar.
Tonton juga video “Pangkas Tarif Impor RI, Trump Dinilai Ngerti Kepentingan Indonesia” di sini: