Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berfokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) industri melalui pendidikan vokasi. Salah satunya, Kemenperin menggandeng Pemerintah Swiss melalui Swisscontact untuk memperkuat kurikulum berbasis industri atau Kurikulum Berbasis Industri (IBC).
“Salah satu strateginya adalah program pendidikan vokasi yang dirancang untuk menghasilkan tenaga kerja industri yang kompeten, adaptif terhadap perkembangan teknologi, serta mampu bersaing di tingkat global,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (21/11).
Agus menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk terus memperluas dan memperdalam kualitas pendidikan vokasi di seluruh unit pendidikan milik Kemenperin. Sebab, menurut dia, peningkatan kualitas SDM menjadi faktor kunci dalam menjaga keberlanjutan pertumbuhan industri di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Ia juga menekankan bahwa program vokasi Kemenperin selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, yang bertujuan menghasilkan lulusan berkompeten, mudah diserap pasar kerja, atau bahkan mampu menciptakan usaha sendiri. Oleh karena itu, melalui peran Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI), Kemenperin mengelola 11 politeknik, dua akademi komunitas, dan sembilan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai pusat pengembangan SDM industri.
“Seluruh satuan pendidikan vokasi ini terus didorong untuk memperkuat kurikulum dan metode pembelajaran agar semakin terhubung dengan kebutuhan nyata industri,” tambahnya.
Guna mencetak SDM industri yang kompeten, salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah penyelenggaraan Pelatihan Industrial-Based Curriculum (IBC). Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara BPSDMI Kemenperin dengan Pemerintah Swiss melalui Swisscontact serta proyek Swiss Skills for Competitiveness (SS4C).
Kepala BPSDMI Doddy Rahadi menyampaikan, pelatihan IBC ini menjadi bagian penting dalam upaya memastikan kurikulum vokasi benar-benar mencerminkan kondisi, standar, dan kebutuhan industri.
“Melalui pendekatan tersebut, lulusan vokasi diharapkan dapat memiliki kompetensi teknis maupun soft skill yang relevan dengan dunia kerja,” ujar Doddy.
Doddy juga menyampaikan bahwa keberhasilan vokasi sangat bergantung pada kedekatan hubungan antara dunia pendidikan dan industri. Karena industri menjadi tempat praktik, magang, hingga awal karier para lulusan, maka diperlukan fasilitator yang memahami kebutuhan kedua pihak tersebut.
“Kolaborasi ini membutuhkan fasilitator yang mampu memahami kedua sisi, baik dunia industri maupun akademik. Oleh karena itu, keberadaan fasilitator IBC sangat krusial untuk menjembatani kebutuhan tersebut,” tambahnya.
Pelatihan IBC yang digelar pada 17-21 November 2025 di Padang diikuti oleh 12 peserta dari satuan pendidikan Kemenperin, yaitu Politeknik ATI Padang, PTKI Medan, SMK-SMAK Padang, SMK-SMTI Padang, dan SMK-SMTI Banda Aceh. Sebelumnya, BPSDMI bersama Swisscontact telah melaksanakan pelatihan awal dengan model Developing a Curriculum (DACUM) yang melibatkan pelatih dari TITI Nepal. Pelatihan DACUM tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penguatan kapasitas dosen dari berbagai satuan pendidikan yang terlibat dalam fase pertama proyek S4C.
Para peserta pelatihan IBC akan memperoleh berbagai manfaat, termasuk kemampuan menyusun kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan industri, peningkatan kesiapan kerja lulusan, penguatan kemampuan soft skill, serta peluang memperoleh sertifikasi kompetensi. Selain itu, pelatihan ini menciptakan dasar bagi pengembangan ekosistem vokasi yang berkelanjutan, memastikan bahwa satuan pendidikan dapat terus beradaptasi dengan dinamika industri.
