Pengusaha Pariwisata: PPh 21 Sangat Memberatkan

Posted on

Pemerintah telah merilis delapan stimulus ekonomi yang salah satunya ada insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) hingga 2026 bagi para pekerja di sektor padat karya serta pariwisata.

Pemberian stimulus ini disambut baik para pengusaha di sektor pariwisata yang tergabung dalam Indonesia Congress and Convention Association (INCCA), Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (ASPERAPI), dan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA).

Ketua Umum DPP INCCA Iqbal Alan Abdullah menilai pemberian insentif tersebut dapat memberikan dampak yang cukup besar terhadap perputaran ekonomi nasional. Sebab pariwisata merupakan salah satu sektor dengan pertumbuhan ekonomi tercepat.

Sebagai contoh untuk industri Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE) saja dapat memeberikan multiplier effect ke sektor hotel, transportasi, UMKM, destinasi wisata dan lainnya sehingga dampaknya ke ekonomi lokal lebih besar.

“Itu kan adalah satu terobosan besar ya dari pemerintah, mengubah PPh 21 itu yang semula beban besar juga buat pelaku dan industri,” kata Iqbal dalam konferensi pers tiga asosiasi pariwisata, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Tak hanya menanggapi pemberian insentif PPh 21, Iqbal juga melihat langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang belum lama ini mencairkan Rp 200 triliun dana pemerintah untuk penyaluran kredit himpunan bank milik negara.

“Dana stimulus itu untuk pertumbuhan SME, small medium enterprise, pengusaha mikro sampai dengan menengah, itu the best, itu luar biasa,” ucapnya.

Meski begitu, ia meminta kepada perbankan khususnya mereka yang menerima kucuran dana Rp 200 triliun ini memberikan kemudahan persyaratan pengajuan kredit untuk usaha. Terutama usaha-usaha sektor pariwisata yang menjadi vendor dari acara atau event pemerintah.

Salah satunya adalah bagaimana bank himbara mau menerima kontrak kerja sama antara pengusaha dengan pemerintah sebagai jaminan. Sebab menurutnya di negara tetangga seperti Singapura dan Australia, bank menerima kontrak kerja sama dengan pemerintah sebagai jaminan.

Menurut Iqbal dengan kontrak kerja sama itu sebagai jaminan, pengusaha di tetangga RI ini bisa meminjam dana hingga 70% dari nilai kontrak. Dengan begitu pengusaha bisa mendapatkan modal yang cukup untuk mengerjakan proyek-proyek pemerintah, termasuk pelaksanaan acara atau event dalam konteks sektor pariwisata.

“Bank-bank ini sebenarnya juga sudah terima, Pak Menteri kucurkan jangan dikantongin saja gitu loh. Nah ini harus segera dikucurkan gitu kan. Kehati-hatian saya tidak masalah, tapi kehati-hatian itu bukan menimbulkan mampet sehingga tidak berproses. Kalau dia prosesnya konvensional bank-bank ini 2 bulan, orang perlu sekarang, dicairkan November,” ucapnya.

“Negara lain itu kalau saya dapat SPK (Surat Perintah Kerja/kontrak kerja sama) dari pemerintah, teman-teman saya di Australia, Singapura, dapat SPK dari pemerintah itu dikasihkan ke bank bisa dapat langsung 70% pinjaman. Di kita nggak bisa,” papar Iqbal lagi.

Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum DPP ASITA, N. Rusmiati, menyebut pemberian insentif PPh 21 pekerja sektor padat karya dan pariwisata ditanggung pemerintah (DTP) merupakan langkah yang sangat baik. Sebab selama ini menurutnya para pengusaha sektor pariwisata harus membayar cukup banyak jenis pajak.

“PPh 21 itu sangat memberatkan, ini kita double-double, misalnya di tiket kita sudah PPN, tax segala macam sudah di situ. Kemudian kalau kita misalnya hotel, juga sudah 21%, kenapa kita dapat PPh lagi,” terang Rusmiati.

Meski begitu, ia berharap pemberian insentif ini dapat menjangkau lebih banyak jenis usaha di sektor pariwisata. Sebab menurut sepengetahuannya insentif ini baru diberikan untuk jenis usaha perhotelan, restoran, dan cafe.

“Untuk hotel kan sudah diberi kebebasan, kita minta juga travel untuk dipikirkan untuk dibebaskan. Karena kita sudah double-double yang tadi saya ceritakan kan,” ucapnya.