Pemerintah didorong memperkuat program pembiayaan ultra mikro (UMi) sebagai strategi untuk menekan angka kemiskinan, salah satu prioritas utama Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Skema ini dinilai berhasil menjangkau kelompok masyarakat kecil yang selama ini belum tersentuh perbankan konvensional, sekaligus menjadi motor pemberdayaan ekonomi perempuan di berbagai daerah.
“Terbukti, banyak pelaku ekonomi dari kelompok masyarakat miskin yang kini berhasil ‘mentas’ dari status sebagai keluarga prasejahtera menjadi sejahtera bahkan di atasnya,” ujar Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip dalam keterangan tertulis, Kamis (30/10/2025).
Menurutnya, lembaga seperti PT Permodalan Nasional Madani (PNM) tidak hanya berperan sebagai penyalur kredit, tetapi juga sebagai lembaga pemberdayaan ekonomi rakyat.
“Perannya sebagai lembaga pembiayaan ultra mikro yang fokus pada pemberdayaan tetap perlu dan harus dipertahankan. Namun, size-nya harus dinaikkan,” sambungnya.
Sunarsip menjelaskan bahwa fokus lembaga pembiayaan ultra mikro berada pada segmen masyarakat bawah yang selama ini terjebak dalam jerat rentenir. Skema UMi menjadi solusi yang lebih sehat dan produktif karena memberikan akses modal sekaligus pendampingan usaha.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menambahkan bahwa pembiayaan ultra mikro dapat menjadi cara efektif untuk memperbaiki ekonomi kalangan bawah.
“Kredit ultra mikro penting untuk akses mereka yang berada di ekonomi bawah dan belum bankable. Ini sekaligus mendidik mereka lebih bisa mengelola keuangan seiring pertumbuhan usaha mikronya,” jelas Eko.
Namun, Eko menilai perlunya dukungan kebijakan makro agar dampak pembiayaan ultra mikro bisa lebih luas, mengingat plafon kreditnya relatif kecil karena disesuaikan dengan kemampuan peminjam.
Presiden Prabowo Subianto berulang kali menegaskan komitmennya untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendekatan yang holistik. Sejumlah kebijakan telah disiapkan, di antaranya Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), program Makan Bergizi Gratis (MBG), pembentukan Koperasi Merah Putih, pembangunan Sekolah Rakyat, hingga program renovasi rumah dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Program-program tersebut berjalan beriringan dengan penguatan pembiayaan mikro yang menjadi fondasi utama pemerataan ekonomi di tingkat akar rumput.
Konsep pembiayaan ultra mikro bukan hal baru di dunia. Dua lembaga asal Bangladesh, BRAC dan Grameen Bank, telah membuktikan efektivitasnya dalam menekan kemiskinan global. BRAC yang berdiri sejak 1972 kini memiliki 11 juta nasabah, sedangkan Grameen Bank yang didirikan peraih Nobel Perdamaian 2006 Dr. Muhammad Yunus melayani 10,77 juta nasabah, dengan 98 persen di antaranya perempuan.
Di Indonesia, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menjadi pionir program pembiayaan ultra mikro melalui Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) sejak 2016. PNM kemudian tergabung dalam holding ultra mikro bersama Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan PT Pegadaian pada 2021.
Program Mekaar berkembang pesat dan bahkan telah melampaui BRAC maupun Grameen Bank dari sisi jumlah nasabah. Hingga semester I-2025, sekitar 22,4 juta nasabah di 6.165 kecamatan di Indonesia telah menikmati pembiayaan ultra mikro dari PNM, seluruhnya perempuan.
Direktur Utama PNM Arief Mulyadi menyatakan bahwa meski PNM baru hadir dalam beberapa tahun terakhir, lembaga ini telah berperan nyata dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat bawah.
“Nasabah kami berasal dari kelompok ekonomi desil I sampai desil III. Yang masuk kemiskinan ekstrem sekitar 6 juta nasabah. Jadi PNM dari sejak digagas dan dilahirkan sejalan dengan upaya pemerintah menekan angka kemiskinan,” tuturnya.
Sebagai pembanding, BRAC memiliki 11 juta nasabah dengan penyaluran kredit senilai US$6 miliar pada 2024, sementara Grameen Bank menyalurkan US$1,383 miliar kepada 10,77 juta nasabah hingga September 2025. Adapun PNM Mekaar mencatat penyaluran pembiayaan sebesar Rp73,93 triliun pada 2024, angka yang mencerminkan kecepatan pertumbuhan dan kapasitas lembaga ini dalam mendukung ekonomi rakyat.
Skema pembiayaan ultra mikro kini menjadi pilar penting dalam strategi nasional mengurangi kemiskinan ekstrem. Di tangan para perempuan tangguh yang menjadi nasabahnya, modal kecil berubah menjadi usaha yang menggerakkan ekonomi keluarga dan komunitas.
Dari warung kelontong di pelosok desa hingga pengrajin di pesisir, cerita sukses tumbuh dari tangan-tangan kecil yang diberi kesempatan. Program ini bukan sekadar soal pinjaman, tetapi tentang kepercayaan, pemberdayaan, dan kemandirian ekonomi rakyat.
Ketika modal kecil mampu menumbuhkan harapan besar, maka pembiayaan ultra mikro bukan lagi sekadar kebijakan ekonomi, melainkan gerakan sosial untuk memerdekakan masyarakat dari kemiskinan.
