Minyak Jelantah Sudah Dipakai Jadi Bahan Bakar Pesawat Rute Amsterdam-Jakarta

Posted on

Pelaku industri penerbangan mulai mendorong penggunaan bahan bakar pesawat rendah emisi yang bahan bakunya berasal dari minyak jelantah. Isu ini dibahas dalam forum Sustainable Aviation Fuel (SAF).

SVP Business Development PT Pertamina (Persero), Wisnu Medan Santoso, menjelaskan bahwa pengembangan bahan bakar ini telah menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendukung dekarbonisasi sektor aviasi.

“Kami memandang SAF bukan sekadar inovasi teknologi, tetapi solusi strategis untuk menggerakkan ekonomi sirkular. Indonesia memiliki potensi besar dari limbah minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO), dan Pertamina berkomitmen untuk memanfaatkannya menjadi energi bersih bernilai tinggi,” ujar Wisnu.

Wisnu mengatakan penelitian dan pengembangan dilakukan lebih dari satu dekade, mulai dari bahan baku, penyulingan, hingga sertifikasi. Produk bahan bakar ini sudah melalui uji coba penerbangan bersama Pelita Air.

“Produk kami telah melewati fase uji coba penerbangan bersama Pelita Air dengan hasil yang sangat positif. Tanpa perlu modifikasi signifikan pada mesin pesawat, SAF kami menunjukkan performa yang stabil, aman, dan efisien,” tambahnya.

Airbus Indonesia menyatakan dukungan terhadap pengembangan bahan bakar tersebut. Ridlo Akbar, Senior Manager Business Growth Airbus Indonesia, menyebut bahan bakar rendah emisi saat ini merupakan solusi paling realistis.

“Sebagai drop-in fuel, SAF dapat digunakan langsung tanpa perlu modifikasi pesawat atau infrastruktur bandara. Secara teknis, SAF mampu menurunkan emisi karbon hingga 80% dibandingkan bahan bakar fosil, menjadikannya langkah signifikan menuju penerbangan rendah emisi,” jelas Ridlo.

Ridlo menambahkan semua pesawat Airbus siap terbang dengan campuran hingga 50% dan menargetkan 100% pada 2030. “Kami percaya dengan kolaborasi erat antara produsen bahan bakar, produsen pesawat, regulator & pembuat kebijakan, serta operator maskapai, SAF dapat menjadi standar baru penerbangan global,” ujarnya.

Garuda Indonesia sudah memakai bahan bakar ini pada penerbangan reguler rute Amsterdam-Jakarta. Heri Martanto, Caretaker Corporate Sustainability Group Head Garuda Indonesia, menyebut hasil uji menunjukkan performa mesin tetap stabil.

“Hasil uji menunjukkan performa mesin pesawat tetap stabil dan aman. Tidak ada implikasi teknis yang mengganggu operasional, bahkan SAF memberikan kontribusi nyata dalam penurunan emisi karbon hingga 80%,” ungkap Heri.

Heri menambahkan Garuda akan terus menambah rute penggunaan SAF. “Kami menargetkan pada tahun 2027 Garuda Indonesia juga sudah menggunakan SAF tidak hanya pada bandara internasional namun juga pada penerbangan dari bandara di Indonesia, sesuai target SAF Roadmap Indonesia, dan pada tahun 2030 terus dilakukan peningkatan penggunaan SAF sesuai target yang ditetapkan oleh ICAO secara global,” ujarnya.

Dalam diskusi itu, panelis menekankan bahwa adopsi bahan bakar rendah emisi butuh dukungan kebijakan, insentif, dan infrastruktur agar harga bisa bersaing dengan avtur fosil. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, mengatakan forum ini menjadi ruang kolaborasi berbagai pihak.

“Forum ini menjadi ruang penting untuk memperkuat kolaborasi dan menegaskan kesiapan teknis Indonesia dalam menghadirkan bahan bakar penerbangan berkelanjutan yang kompetitif dan berstandar global,” terangnya.

Melalui pengembangan bahan bakar berbasis minyak jelantah tersebut, para pelaku industri menyebut upaya ini menjadi bagian dari percepatan target Net Zero Emission 2060.