Vonis gila-gilaan dijatuhi kepada Eks Perdana Menteri Malaysia Najib Razak pada sidang skandal megakorupsi 1MDB. Najib dihukum total 165 tahun penjara, meski hanya harus menjalani 15 tahun bui, dan membayar Rp 47 triliun.
Najib disebut-sebut telah melakukan pencucian uang, korupsi, dan juga penyalahgunaan kekuasaan pada 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Itu merupakan institusi pemerintah Malaysia yang dapat menjadi pengelola kekayaan negara.
1MDB dibentuk tahun 2009 dengan bantuan pemodal Malaysia Jho Low untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Najib kala itu menjadi salah satu inisiator 1MDB saat dia menjadi perdana menteri di tahun 2009 hingga 2018, bahkan sempat memimpin dewan penasihatnya hingga tahun 2016.
1MDB mengumpulkan miliaran dolar dalam bentuk obligasi untuk digunakan dalam proyek investasi dan usaha patungan antara tahun 2009 dan 2013.
Dalam catatan detikcom, berdasarkan laporan BBC, kecurigaan skandal pada 1MDB muncul pada tahun 2015. Kala itu, perusahaan tersebut gagal membayar utang sebesar US$ 11 miliar kepada sejumlah bank dan pemilik obligasi.
Kasus ini ramai ketika Juli 2016, Departemen Kehakiman AS dalam penyelidikan internalnya meluncurkan gugatan perdana yang menuduh bahwa lebih dari US$ 3,5 miliar telah dijarah dari 1MDB. Angka tersebut kemudian meningkat menjadi lebih dari US$ 4,5 miliar.
MO1, yang saat itu dikonfirmasi sebagai Najib Razak, diduga jaksa penuntut AS telah menerima uang sekitar US$ 681 juta dari uang yang dicuri, namun telah mengembalikan sebagian besar di antaranya. Najib dibebaskan dari segala tuntutan oleh aparat kepolisian Malaysia ketika dia masih menjabat.
Situasi berubah setelah partai Najib kalah secara mengejutkan dalam pemilihan umum 2018. Sejumlah apartemen miliknya digerebek polisi uang tunai, perhiasan, dan barang mewah lainnya disita dari Najib.
Setidaknya ada 42 tuntutan yang dialamatkan kepada Najib atas dugaan korupsi, pencucian uang, dan penyalahgunaan kekuasaan. Najib mengaku tidak bersalah atas segala tuntutan tersebut dan mempertahankan pengakuannya itu.
Dilansir dari Reuters, Najib juga telah menghadapi persidangan lain yang terkait dengan 1MDB. Pada Juli 2020, dia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda 210 juta ringgit di Malaysia setelah dinyatakan bersalah atas pelanggaran kepercayaan kriminal, penyalahgunaan kekuasaan, dan pencucian uang karena secara ilegal menerima sekitar US$ 10 juta dari SRC International, mantan anak perusahaan 1MDB.
Putusan itu dikuatkan oleh pengadilan banding pada tahun 2021 dan pada Agustus 2022, Najib mulai menjalani hukumannya. Dewan Pengampunan mengurangi hukumannya menjadi enam tahun dan mengurangi dendanya pada tahun 2024.
Dalam persidangan terpisah terkait manipulasi laporan audit 1MDB, Pengadilan Tinggi Malaysia membebaskan Najib dan mantan CEO 1MDB, Arul Kanda, pada Maret 2023.
Dalam kasus lain, Najib dan mantan sekretaris perbendaharaan Irwan Siregar Abdullah menghadapi dakwaan karena diduga menyalahgunakan miliaran dana pemerintah yang seharusnya digunakan untuk pembayaran kepada International Petroleum Investment Company (IPC) Abu Dhabi.
Pada November 2024, Pengadilan Tinggi Malaysia memberikan mereka pembebasan yang tidak setara dengan pembebasan penuh karena kegagalan jaksa penuntut umum untuk memberikan dokumentasi penting kepada pihak pembela, meskipun hakim mencatat bahwa kedua pria tersebut dapat didakwa lagi di masa mendatang.
Skandal 1MDB sangat masif. Setidaknya enam negara, termasuk Amerika Serikat, Singapura, dan Swiss, meluncurkan penyelidikan pada skandal ini.
Pada tahun 2020, perusahaan AS Goldman Sachs setuju untuk membayar US$ 3,9 miliar untuk menyelesaikan penyelidikan atas perannya dalam penjaminan emisi obligasi senilai US$ 6,5 miliar untuk 1MDB.
Namun, ketika Perdana Menteri Anwar Ibrahim berkuasa pada tahun 2022 dan menegosiasikan kembali perjanjian tersebut, Goldman Sachs menggugat pemerintah setelah perselisihan tersebut. Mantan bankir Goldman Sachs, Roger Ng dan Tim Leissner, dihukum di AS karena penyuapan dan pencucian uang terkait dengan skema tersebut.
Saksikan Live DetikPagi :
