Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tengah menghadapi tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Tantangan tersebut seperti penurunan permintaan ekspor ke negara mitra dagang seperti Amerika Serikat (AS) yang akan menerapkan tarif tinggi.
Pengusaha tekstil mengungkap, industri dihadapkan pada tantangan lain. Tantangan itu yakni wacana pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY) yang merupakan bahan baku penting bagi industri tekstil berbasis poliester.
POY dan DTY digunakan secara luas sebagai input utama dalam proses pembuatan kain sintetis dan produk tekstil lainnya. Ketersediaannya yang stabil dan kompetitif sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan dan efisiensi industri hilir, seperti garmen, konveksi, dan tekstil rumah tangga.
Pelaku usaha menyampaikan pandangan bahwa kapasitas produksi nasional untuk POY dan DTY saat ini masih memerlukan penguatan, terutama dalam aspek volume pasokan, konsistensi kualitas, dan keterjangkauan harga.
“Industri sangat memahami pentingnya instrumen trade remedies seperti BMAD untuk melindungi produsen dalam negeri. Namun, pelaksanaannya perlu mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan hulu dan hilir agar tidak menimbulkan tekanan berlebih pada pelaku usaha, khususnya sektor hilir yang padat karya,” ujar Direktur PT Sipatamoda Indonesia, Ian Syarif dalam keterangannya, Rabu (6/5/2025).
Peningkatan bea masuk atas POY dan DTY berpotensi berdampak pada struktur biaya produksi yang pada akhirnya memengaruhi daya saing produk tekstil nasional, baik di pasar domestik maupun ekspor.
Dalam laporan akhir penyelidikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), diusulkan pengenaan BMAD dengan kisaran tarif hingga 42,30%. Terkait hal ini, pihaknya bersama para pelaku industri telah menyampaikan petisi kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai bentuk aspirasi konstruktif yang mencerminkan harapan agar kebijakan pengendalian impor dilakukan secara proporsional dan berdasarkan peta kapasitas nasional.
Petisi tersebut telah ditandatangani oleh lebih dari 101 perusahaan industri TPT nasional, yang menyampaikan perlunya pendekatan kebijakan yang memperhatikan ketersediaan bahan baku bagi sektor hilir, sekaligus tetap memberi ruang bagi tumbuhnya industri bahan baku domestik.
“Kami percaya, dengan kebijakan yang akomodatif dan berbasis data, Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan keberlanjutan ekosistem industri tekstil secara menyeluruh,” kata Ian.
Simak juga Video ‘Komisi VII Akan Panggil Menperin, Bahas PHK di Industri Tekstil’: