Fenomena rojali atau rombongan jarang beli, dan rohana atau rombongan hanya nanya, banyak beredar di mal atau pusat perbelanjaan. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan daya beli masyarakat. Ternyata tidak cuma kalangan menengah ke bawah, orang tajir pun turut jadi bagian dalam fenomena rojali dan rohana.
Menurut catatan detikcom, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonsus Widjaja, menyampaikan ada perbedaan faktor yang melatarbelakangi kelas menengah ke bawah dan ke atas ini masuk dalam segmentasi rojali.
Orang tajir cenderung ngerem belanja karena kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Tetapi bagi kelas menengah, rojali dan rohana membuktikan bahwa tengah terjadi penurunan daya beli di kalangan ini.
“Kalau yang di kelas menengah atas, penyebabnya misalkan mereka lebih ke hati-hati dalam berbelanja. Apalagi kalau ada pengaruh makroekonomi, mikroekonomi dari global. Sehingga mereka (memilih) belanja atau investasi? ‘Kan itu juga terjadi,” ujar Alphonsus beberapa waktu lalu, dikutip kembali pada Sabtu (26/7/2025).
“Kemudian sekarang memang terjadi ini lebih karena faktor daya beli, khususnya yang di kelas menengah bawah. Daya belinya berkurang, uang yang dipegang semakin sedikit, tapi mereka tetap datang ke pusat perbelanjaan. Makanya data APBBI menyatakan bahwa jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan tetap naik, meskipun tidak signifikan,” ungkapnya lanjut.
Berkenaan dengan ini, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa fenomena rojali dan rohana mencerminkan konsumen yang makin selektif dalam belanja. BI bilang, situasi ini menjadi sinyal bahwa masyarakat yang sedang menyesuaikan pola konsumsi dengan kondisi terkini.
“Untuk menjaga agar roda ekonomi tetap bergerak, Bank Indonesia menurunkan BI-Rate. Tujuannya? Mendorong perbankan agar bisa menyalurkan kredit dengan bunga yang lebih terjangkau, sehingga konsumsi dan investasi tetap tumbuh di tengah tantangan,” ujar BI dalam akun Instagram resminya, dikutip Sabtu (26/7/2025).
“Didukung sinergi berbagai pihak, kebijakan ini diharapkan dapat membuka ruang lebih banyak bagi peluang usaha, akses pembiayaan, dan perputaran ekonomi berkelanjutan,” tambahnya.
Selain itu, BI membeberkan efek jika adanya penurunan dari BI rate; yaitu Cost of Fund (COF) atau biaya dana yang juga dapat menjadi turun. Dampak lanjutannya dari COF yang turun yakni bunga kredit yang disalurkan ke masyarakat juga menjadi turun.
Dengan bunga kredit atau pembiayaan yang turun itu, BI mengharapkan dapat terjadinya kenaikan dalam permintaan kredit atau pembiayaan. Sejalan dengan meningkatkan penyaluran dana ke masyarakat melalui kredit, diharapkan mampu mendorong sektor produksi dan meningkatkan belanja masyarakat.
Dampak susulan yang diharapkan BI dari penurunan BI rate yakni ekonomi dapat terus bergeliat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini diharapkan mendorong rojali dan rohana mulai merogoh koceknya, supaya membelanjakan uangnya dan ekonomi dapat terus tumbuh.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.