Ekonomi RI Diramal Tumbuh 5% di Kuartal III

Posted on

Pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2025 diproyeksi di kisaran 5%. Angka tersebut tidak banyak berubah jika dibanding dengan periode sebelumnya.

Penjualan ritel mengalami kenaikan 5,8% secara tahunan pada September. Namun, inflasi inti yang hanya mencapai 2,2% menunjukkan bahwa dorongan belanja masyarakat masih terbatas.

Kepercayaan konsumen belum pulih sepenuhnya, tertekan oleh pertumbuhan pendapatan yang tidak merata serta kekhawatiran terhadap biaya hidup.

“Konsumsi memang membaik, tetapi lajunya masih jauh dari kata kuat,” ujar Research Director Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) Gundy Cahyadi dalam keterangannya, Minggu (2/11/2025).

Dari sisi moneter, kondisi likuiditas menunjukkan perbaikan. Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh 8% secara tahunan pada September, didorong oleh pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia yang telah memangkas suku bunga acuan sebesar 150 bps (basis poin) sejak September 2024. Dampak dari kebijakan ini mulai terasa, meski penyalurannya ke sektor kredit dan konsumsi masih berlangsung secara bertahap.

Sementara dari sisi fiskal, realisasi belanja pemerintah hingga September baru mencapai 59,7% dari target tahunan, dibandingkan 64,7% pada periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini menunjukkan bahwa dorongan fiskal pada kuartal ketiga masih terbatas, namun membuka ruang untuk percepatan belanja pada akhir tahun ketika kementerian dan lembaga biasanya mempercepat penyerapan anggaran.

Investasi tetap menjadi penopang utama pertumbuhan, meskipun mulai menunjukkan tanda perlambatan. Impor barang modal, yang menjadi indikator aktivitas proyek, tumbuh 32,5% (yoy) pada kuartal II, namun melambat menjadi sekitar 11,2% pada Juli-Agustus. Pertumbuhan kredit perbankan juga melemah ke 7,6%.

Meski demikian, data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi naik 13,9% secara tahunan pada kuartal ketiga, dipimpin oleh sektor pusat data, logistik, dan infrastruktur digital.

“Arus investasi ke sektor jasa dan digital memang positif, tetapi tahap berikutnya perlu difokuskan pada revitalisasi sektor industri agar daya saing jangka panjang tetap terjaga,” katanya.

Dari sisi eksternal, neraca perdagangan tercatat surplus US$ 5,49 miliar pada Agustus, tertinggi sejak awal 2024. Kinerja ekspor masih didukung oleh permintaan yang stabil dari pasar utama serta harga komoditas yang relatif kuat, terutama minyak sawit mentah (CPO). Surplus yang berkelanjutan ini turut membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat cadangan devisa, sehingga menopang ketahanan makroekonomi Indonesia.

“Kombinasi kebijakan moneter dan fiskal tetap terjaga dengan baik. Pelonggaran moneter Bank Indonesia menjaga likuiditas tanpa menimbulkan gejolak arus modal, sementara pengelolaan fiskal yang disiplin memberi ruang bagi stimulus yang lebih terarah. Sinergi ini menopang pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan,” ujar Gundy.

Pihaknya menilai bahwa perekonomian Indonesia berada pada jalur yang stabil dan terukur. Potensi kenaikan pertumbuhan bergantung pada percepatan realisasi belanja fiskal serta investasi yang berkelanjutan pada kuartal keempat, sementara risiko utama berasal dari kehati-hatian rumah tangga serta pemulihan kredit yang masih lambat.

“Untuk saat ini, laju pertumbuhan sekitar 5 persen dinilai tetap kokoh dan mencerminkan ketahanan fundamental ekonomi Indonesia di tengah dinamika global yang belum menentu,” katanya.