Rencana Kementerian Keuangan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026 dinilai sebagai langkah strategis yang bukan hanya menyelamatkan industri, tapi juga menjaga stabilitas fiskal negara. Kebijakan ini memberi ruang napas bagi industri hasil tembakau (IHT) yang tengah tertekan penurunan penjualan dan gempuran rokok ilegal.Keputusan Menteri Keuangan Purbaya untuk menahan kenaikan cukai langsung disambut positif kalangan petani dan pengusaha tembakau. Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K. Mudi menyebut langkah ini sebagai wujud keberpihakan terhadap keberlangsungan industri tembakau nasional.
“Salah satu cara menyelamatkan industri tembakau saat ini adalah dengan tidak menaikkan cukai dulu. Penjualan rokok sedang tidak baik-baik saja, rokok ilegal juga merajalela, jadi kebijakan cukai perlu diperbaiki,” ujarnya, di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Ia menilai, dengan moratorium cukai, pemerintah memberi ruang bagi industri dan petani untuk menata kembali rantai pasok yang kini terganggu. “Kebijakan ini harus dilihat secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi kesehatan, tapi juga dari sisi ekonomi dan kesejahteraan petani,” tambahnya.
Dari sisi ekonomi makro, ekonom senior INDEF Tauhid Ahmad menilai kebijakan menahan cukai memberi kepastian regulasi bagi pelaku usaha di tengah ancaman peredaran rokok ilegal. Menurutnya, potensi kerugian negara akibat rokok ilegal bisa mencapai belasan triliun rupiah per tahun.
“Kalau 5% dari total produksi 300 miliar batang itu ilegal, berarti 15 miliar batang tanpa cukai. Itu bisa bikin potensi kehilangan negara sekitar Rp 15 triliun,” kata Tauhid.
Ia mendukung wacana moratorium kenaikan cukai selama tiga tahun sebagai langkah pemulihan industri. “Kenaikan tarif yang terlalu tinggi justru bisa mengurangi penerimaan negara karena konsumsi turun dan pasar beralih ke produk ilegal. Jadi, untuk sementara, kebijakan ini realistis,” ujarnya.
Menurut Tauhid, jeda tiga tahun tanpa kenaikan cukai memberi kesempatan bagi industri melakukan penyesuaian. “Moratorium ini bisa jadi masa rehat untuk memperbaiki sistem pengawasan dan strategi industri agar lebih sehat,” tegasnya.