Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budhi Utama akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Rokok Ilegal. Hal ini diharapkan dapat menekan potensi kebocoran penerimaan negara dari sektor cukai dan melindungi masyarakat dari peredaran barang ilegal.
“Insyaallah saya akan melakukan, membentuk Satgas Pencegahan Rokok Ilegal dan Cukai Rokok,” kata Djaka dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
Djaka memastikan operasi pencegahan rokok ilegal juga akan terus dilakukan serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sampai Mei 2025 penindakan terhadap rokok ilegal turun secara jumlah kasus.
Sampai Mei 2025, penindakan rokok ilegal yang dilakukan Bea Cukai turun 13,2%. Meski begitu, secara kualitas terjadi kenaikan 32% dari sisi jumlah barang yang ditindak yaitu sekitar 285,81 juta batang rokok.
“Dengan kenaikan kualitas dari tindakan tersebut, menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah barang yang dicegah dari setiap penindakan,” beber Djaka.
Berdasarkan catatan detikcom, peredaran rokok ilegal sepanjang 2024 ditemukan bahwa rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44%, disusul palsu sebesar 1,95%, salah peruntukan (saltuk) 1,13%, bekas 0,51% dan salah personalisasi (salson) 0,37%. Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 97,81 triliun.
Direktur Eksekutif Indodata Research Center, Danis Saputra Wahidin mengatakan terjadi peningkatan persentase konsumsi rokok ilegal di tahun 2024 sebesar 46,95% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Data dari 2021-2024 menunjukkan bahwa angka konsumsi rokok ilegal mengalami tren kenaikan cukup signifikan.
“Hasil kajian memperlihatkan bahwa rokok ilegal peredarannya itu semakin meningkat dari 28% menjadi 30% dan kita menemukan angka di 46% di tahun 2024. Maraknya rokok illegal terutama rokok polos yang dominan ini diperkirakan kerugian negara boncos Rp 97,81 triliun,” kata Danis dihubungi, Minggu (16/2/2025).
Menurut Danis, kenaikan jumlah rokok ilegal disebabkan oleh adanya shifting konsumsi dari golongan I, golongan II dan golongan III menuju rokok ilegal yang lebih murah. Jenis-jenis rokok ilegal mengikuti selera pasar berupa polos, palsu, saltuk, bekas dan salson.
“Jumlah konsumsi jenis hasil tembakau diperkirakan tidak jauh berbeda dari hasil Susenas dan survei UGM Yogyakarta, di mana konsumsi sigaret kretek mesin (SKM) lebih banyak dikonsumsi baik oleh konsumen rokok legal maupun ilegal, diikuti dengan sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT),” ungkap Danis.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.