Para investor bersiap menghadapi aksi jual besar-besaran di pasar saham pada hari Senin setelah serangan Amerika Serikat (AS) terhadap Iran yang memungkinkan akan ada balasan yang mengakibatkan harga minyak dunia melonjak tinggi.
Kepala Strategi Pasar di Interactive Brokers, Connecticut Steve Sosnick mengatakan terlibatnya AS dalam konflik ini dipastikan pasti menimbulkan rasa takut di kalangan investor yang mengakibatkan akan adanya investor untuk menjual saham dan kemudian memindahkan ke aset yang lebih aman.
Menurutnya, para investor sedang mengamati efek lanjutan seperti stabilitas harga minyak, potensi inflasi, dan gejolak di ekonomi global.
“Yang sebenarnya kita lihat adalah efek sekunder dari harga minyak, stabilitas pasar, kenaikan harga melalui ekonomi. Tidak ada saham penting global yang secara langsung terpengaruh oleh apa yang terjadi malam ini,” katanya dikutip dari Reuters, Minggu (22/6/2025).
Indeks S&P 500 saat ini berada sedikit di bawah level tertingginya di bulan Februari, setelah sempat pulih tajam dari aksi jual awal April akibat meredanya ketegangan perdagangan. Namun kini indeks tersebut terlihat stagnan sekitar 2,7% di bawah rekor penutupan Februari. Dalam 27 sesi perdagangan terakhir, indeks belum berhasil mencetak rekor baru.
Sementara itu, konflik antara Israel dan Iran telah mendorong harga minyak melonjak tajam, membuat pasar semakin waspada.
Hingga saat ini, pasar minyak mampu menyerap sebagian besar tekanan geopolitik. Namun investor saham tetap khawatir bahwa harga minyak yang tinggi bisa memicu inflasi dan mengganggu rencana penurunan suku bunga oleh The Fed (bank sentral AS).
Adapun pada Rabu, The Fed mempertahankan suku bunga tetap stabil dan para pembuat kebijakan mengisyaratkan biaya pinjaman masih akan turun tahun ini.
Namun, mereka memperkirakan laju keseluruhan pemangkasan suku bunga di masa mendatang akan lebih lambat daripada yang mereka lihat pada pertemuan bulan Maret. Hal ini ini karena adanya kekhawatiran bahwa inflasi bisa meningkat akibat rencana tarif Presiden AS Donald Trump.
“Pertanyaannya adalah harga minyak dan apa pengaruhnya terhadap inflasi yang memiliki implikasi terhadap kebijakan moneter dan berapa lama Fed mempertahankan suku bunga sangat ketat,” kata Sonu Varghese, ahli strategi makro global di Carson Group.
Sementara itu, Sonu mengatakan para investor memperkirakan ketegangan di Timur Tengah akan memicu kegugupan jangka pendek di pasar saham dan beralihnya aset-aset yang lebih aman seperti dolar dan obligasi pemerintah.
“Veberapa juga memperkirakan akan terjadi de-eskalasi dalam situasi tersebut,” katanya.