Trump Paksa Jepang Telan Beras Amerika, PM Ishiba Ketar-ketir!

Posted on

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menekan Jepang untuk menambah impor berasnya dari Negeri Paman Sam. Hal ini menjadi beban tersendiri bagi Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba menjelang pemilu Majelis Tinggi Jepang pada 20 Juli mendatang.

Dilansir dari Japan Today, Kamis (10/7/2025), Ishiba bisa saja digulingkan jika dianggap salah mengambil keputusan. Trump sendiri sebelumnya menyindir Negeri Matahari Terbit sebagai negara yang manja.

Jepang adalah satu dari lebih dari 20 negara yang pekan ini menerima surat dari Trump soal peringatan akan diberlakukannya tarif balasan mulai 1 Agustus mendatang. Tarif tersebut akan diberlakukan jika kesepakatan dagang dengan Washington tidak tercapai.

Tarif 25% untuk Jepang ini terpisah dari tarif serupa yang sudah diberlakukan atas mobil, baja, dan aluminium. Trump ingin perusahaan-perusahaan Jepang memproduksi lebih banyak di Amerika dan agar Tokyo membeli lebih banyak barang dari AS

Komoditas yang ditekankan Trump adalah gas dan minyak, mobil, serta beras. Pemberlakuan tarif baru adalah demi memangkas defisit perdagangan sebesar 70 miliar dolar dengan Jepang.

“Saya sangat menghormati Jepang. Mereka tidak mau menerima beras kami, padahal mereka sedang mengalami kekurangan beras besar-besaran,” kata Trump di media sosial Truth Social pada 30 Juni lalu.

Namun, beras sebenarnya hanya bagian kecil dari keseluruhan hubungan dagang antara kedua negara. Menurut lembaga riset BMI Fitch Solutions, beras hanya menyumbang 0,37 persen dari total ekspor Amerika ke Jepang.

Bahkan jika jumlah itu dilipatgandakan sekalipun, dampaknya terhadap perdagangan secara keseluruhan akan tetap sangat kecil. BMI menyebut Pemerintahan Trump lebih peduli pada citra bahwa mereka berhasil membuat kesepakatan daripada benar-benar memperkecil defisit perdagangan.

Bagi Jepang, menggandakan jumlah impor beras mungkin saja dilakukan jika hanya berbicara persoalan ekonomi. Apalagi jika hal tersebut dianggap menguntungkan dan bisa menghapus tarif 25% yang menekan industri otomotif Jepang.

Namun, urusan beras adalah persoalan politik yang rumit bagi Ishiba. Sebagai informasi, koalisinya kalah telak dalam pemilu majelis rendah pada Oktober lalu.

Pemilu majelis tinggi yang akan digelar pada 20 Juli bisa jadi berakhir dengan kekalahan serupa, dan itu bisa mendorong Ishiba mengundurkan diri hanya 10 bulan setelah mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat Liberal (LDP) yang sudah lama berkuasa namun kurang disukai rakyat.

Beras menempati tempat istimewa dalam budaya nasional Jepang. Konon para samurai Jepang di masa lalu dibayar dengan beras. Bergantung pada impor akan dianggap sebagai bentuk penghinaan nasional bagi banyak orang, serta berisiko terhadap ekonomi.

Apalagi Jepang sebenarnya bisa menanam seluruh jenis beras yang dikonsumsi masyarakatnya di tanah mereka sendiri. Artinya ada faktor budaya dan historis yang harus dipertimbangkan Ishiba.

“Secara budaya dan historis, masyarakat Jepang sangat lekat dengan beras,” kata Shinichi Katayama, pemilik generasi keempat dari Sumidaya, sebuah perusahaan grosir beras berusia 120 tahun di Tokyo.

“Saya pribadi menyambut baik jika ada pilihan tambahan bagi konsumen Jepang. Tapi menurut saya, langkah membuka keran impor besar-besaran masih terlalu dini dari sudut pandang ketahanan pangan,” ujarnya.

Meskipun Jepang sudah mengimpor beras dari Amerika, banyak konsumen menganggap varietas beras impor memiliki kualitas yang meragukan dan tidak memiliki tingkat kelembekan seperti beras lokal Jepang yang berbutir pendek.

Kenangan pahit masih membekas dari tahun 1993, ketika musim panas yang dingin membuat Jepang harus mengimpor beras dalam jumlah besar dari Thailand. Karena itulah, pemerintahan Ishiba berulang kali menegaskan bahwa mereka tidak akan mengalah dalam urusan ini. Meskipun sikap itu bisa saja berubah setelah pemilu.

“Kami tidak punya niat untuk mengorbankan sektor pertanian dalam negosiasi ke depan,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi baru-baru ini.

Pemerintah juga sudah mendapat banyak kritik akibat harga beras yang melonjak drastis, yang telah meningkat hampir dua kali lipat dalam setahun terakhir.

Faktor-faktor penyebabnya termasuk musim panas yang sangat panas pada tahun 2023, aksi beli panik setelah peringatan akan adanya gempa besar pada 2024, dugaan penimbunan oleh pedagang tertentu, dan ledakan jumlah wisatawan yang gemar mengonsumsi nasi.

Simak juga Video: Jepang Tak Gentar Menghadapi Komplain Trump soal Ogah Impor Beras AS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *