Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyebut bahwa truk over dimension and over loading (ODOL) menimbulkan kerugian negara hingga Rp 43,47 triliun per tahunnya. Selaras dengan itu, pemerintah kini tengah mempersiapkan kebijakan Zero ODOL.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PU Roy Rizali Anwar mengatakan, kendaraan dengan muatan dan dimensi berlebih atau obesitas ini telah menimbulkan berbagai dampak negatif. Keberadaannya mempercepat kerusakan jalan, bahkan bisa memperpendek umurnya dari sekitar 11 tahun menjadi 3 tahun hingga merugikan keuangan negara.
“Kendaraan ODOL juga memboroskan keuangan negara sebesar Rp 43,47 triliun per tahun dalam 10 tahun terakhir,” ujar Roy dalam acara Sosialisasi Instruksi Menteri (Inmen) PUPR No. 02/IN/M/2022, disiarkan lewat Youtube Bina Marga Kementerian PU, Selasa (24/5/2026).
Selain kerugian terhadap infrastruktur, kendaraan ODOL juga dianggap meresahkan masyarakat karena sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Roy mengatakan, truk yang melebihi batas dimensi dan muatan disebut menjadi penyebab kecelakaan transportasi darat terbesar kedua di Indonesia.
Muatan kendaraan ODOL yang melebihi batas dapat memperlambat kecepatan kendaraan, terutama saat menanjak atau melewati jalan yang rusak, sehingga menyebabkan kemacetan. Selain itu, kendaraan ODOL seringkali memiliki ukuran yang lebih besar dari yang seharusnya, sehingga memakan lebih banyak uang di jalan dan menyulitkan kendaraan lain untuk bergerak.
“Kerugian lain penggunaan kendaraan ODOL mencakup peningkatan waktu tempuh, kenaikan biaya logistik, serta peningkatan polusi udara,” imbuhnya.
Instruksi Menteri (Inmen) Pekerjaan Umum dan Perubahan Rakyat (PUPR) Nomor 2 tahun 2022 hadir sebagai ketentuan yang mengatur pelarangan penggunaan kendaraan bermuatan lebih pada penyelenggaraan jasa konstruksi. Roy mengatakan, pelaksanaan Inmen ini merupakan langkah proaktif dan dari Kementerian PU untuk ikut mendukung penertiban kendaraan ODOL.
Sementara itu, Jafung PKJJ Ahli Utama Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PU Herry Trisaputra Zuna menjelaskan, angkutan odol di lapangan saat ini mengambil porsi hingga 63%. Mayoritas kendaraan itu terkonsentrasi di Jaringan Jalan Tol Trans Sumatra sebesar 50%, sedangkan sisanya tersebar di wilayah Trans Jawa.
Selain itu, kendaraan ODOL juga diperkirakan berkontribusi 17% terhadap kecelakaan. Truk obesitas ini juga meningkatkan waktu tempuh hingga meningkatkan potensi fatality rate pada kecelakaan.
“Dampaknya sendiri ke waktu tempuh kemacetan, kemudian biaya logistik, dan yang paling mahal tentunya adalah pengaruhnya ke fatality rate karena nyawa itu priceless seharusnya. Apapun dan berapapun harganya ini harus kita perjuangkan,” jelas Herry.
Sebagai informasi, Pemerintah menargetkan aturan zero obesitas atau over dimension over loading (ODOL) atau truk obesitas berlaku paling lambat 2026. Salah satu langkah awal, yakni mengawasi pergerakan truk obesitas agar tidak melakukan pelanggaran hukum di jalan.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Menurutnya, lambatnya implementasi program Zero ODOL lantaran masih dalam pembahasan di lintas sektoral.
“Kita tadi targetkan tahun depan efektifnya 2026 karena kita sekali lagi tidak bisa hanya satu pertemuan, dua pertemuan. Ini kita akan melibatkan secara utuh semuanya,” kata AHY usai rapat koordinasi terkait kendaraan dan truk odol di Kantor Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jakarta Pusat, dikutip Rabu (7/5/2025).
Lihat juga Video: Audiensi Deadlock, Sopir Truk ODOL Jadi Nginap di Kantor Gubernur?