Menurut Tito, terjadinya hal tersebut disebabkan karena keluarga yang bersangkutan tidak melaporkan informasi itu kepada pihak berwenang. Hal itu menyebabkan data warga yang meninggal masih tersimpan di server Kemendagri.
“Dari data yang nonaktif ini, kalau seandainya mereka tidak masuk dalam penerima tapi orangnya ada tentu bisa merugikan. Sebaliknya kalau seandainya ada yang datanya ada tapi dia menerima bantuan tapi orangnya sudah meninggal, karena nggak pernah lapor,” ujar Tito dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).
“Keluarganya juga mungkin di kampung begitu meninggal langsung dikubur. Setelah itu kita nggak tahu, datanya di server kita masih tetap ada sehingga dianggap warga yang masuk desil 1 atau 2 penerima bantuan, dia terus menerima bantuan padahal orangnya sudah meninggal,” sambung Tito.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Dalam paparannya, pemerintah telah melakukan ground checking untuk memeriksa langsung kondisi penerima bantuan di lapangan. Dari 8,62 juta data yang diterima hanya 887 ribu yang masuk data padan aktif. Sisa datanya terdiri dari data tidak aktif karena meninggal atau data ganda.
Kemudian berdasarkan pengecekan NIK tidak aktif, data yang diterima adalah 10,86 juta jiwa, dengan data padan aktif 423 ribu di antaranya masuk data padan aktif. Sisanya terdiri data tidak aktif karena meninggal dunia, data ganda, dan lain-lain.
Pada kesempatan itu Tito juga menekankan pentingnya Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai acuan penyaluran bansos. Lewat data tunggal diharapkan penyaluran bansos pemerintah menjadi lebih tepat sasaran.
Lihat juga Video Mensos Masih Dalami Kasus Penerima Bansos yang Terlibat Judol-Terorisme
(ily/hns)
