Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti memberikan tanggapan atas kritikan tentang penundaan pengumuman rilis angka kemiskinan hingga data pesanan. Kritik itu mulanya disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Maria Yohana Esti Wijayati.
Amalia menegaskan, pihaknya akan terus menyampaikan data secara objektif. Hal tersebut menjadi salah satu alasan pihaknya memutuskan untuk menunda penyampaian rilis data kemiskinan pada 15 Juli lalu.
“BPS akan terus menyampaikan data seobjektif mungkin. ini salah satu alasan kami yang tanggal 15 Juli kemarin kami menunda karena ingin memastikan kualitas dan keakuratan data. Jadi tidak ada alasan lain,” kata Amalia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Selain itu, Amalia juga menekankan bahwa pihaknya tidak pernah mendapatkan pesanan dari pihak manapun untuk melakukan penyesuaian, apalagi manipulasi data. Pihaknya mengedepankan upaya memperbaiki kualitas data.
“Kami tidak pernah mendapatkan pesanan, tetapi kami ingin terus mengedepankan kualitas dalam rangka menyajikan data. Karena kami menyadari bahwa semakin lama data BPS menjadi rujukan, artinya kami tidak boleh salah dalam menyajikan data,” ujarnya.
Saat ini BPS masih dalam tahap melakukan finalisasi data kemiskinan. Hal ini sekaligus juga dengan penyesuaian terhadap data Bank Dunia dalam rilis terakhirnya, dalam rangka memastikan kualitas data BPS meningkat.
Di sammping itu, Amalia juga menyampaikan bahwa langkah penundaan agenda penyampain rilis itu bukanlah yang pertama kali dilakukan BPS. Sebelumnya, BPS juga pernah mengumumkan penundaan untuk rilis ekspor dan impor.
“Itu waktu 15 Mei harusnya diumumkan kami tunda ke tanggal 1 bulan berikutnya, dan kemudian kami saat ini terus melakukan pengumuman di tanggal 1, tidak di 15 lagi,” jelasnya.
Alasan dilakukannya penyesuaian jadwal pengumuman data ekspor-impor ini dilakukan menurutnya karena alasan waktu persiapan dan penghimpunan data. Waktu dua minggu dipandang kurang cukup untuk melakukan pengecekan kembali.
“Juga ada beberapa data yang belum masuk kalau tanggal 15 itu, data dari PT Pos. Dan kenapa diundur pengumumannya ke tanggal 1, agar supaya angka ekspor impor diumumkan serentak di 34 provinsi di Indonesia. Karena kalau tanggal 15 itu tidak bisa kami umumkan serentak karena baru hanya 6 provinsi yang siap,” jelasnya lagi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Maria Yohana Esti Wijayati mengkritisi langkah BPS yang mendadak tunda pengumuman angka kemiskinan. Menurutnya, ketepatan waktu merupakan hal yang penting mengingat data BPS sendiri menjadi sumber rujukan dari berbagai pihak.
Esti menemukan bahwa dalam beberapa waktu terakhir pihaknya menemukan terjadi sejumlah kesalahan maupun perbedaan data, seperti menyangkut target literasi. Komisi X mencatat bahwa target literasi membaca untuk tahun 2026 mencapai 65,89%, beda dengan data Perpustakaan Nasional (Perpusnas) tercatat bahwa pada 2024 angka literasi sudah mencapai 72,44%.
“Berarti kan kami salah mencantumkan target di tahun 2026. Nah ini siapa yang seharusnya memperbaiki Sementara kemarin kami sudah dok (ketuk palu) di Rapat Banggar. Tentu ini kan menjadi problem,” ujar Esti, dalam rapat yang sama.
Di samping itu, Esti juga meminta agar data BPS tidak mengandung unsur ‘pesanan’. Jangan sampai, sejumlah data merupakan hasil dari permintaan segelintir pihak untuk mencapai tujuan tertentu.
“Mohon untuk di dalam penyusunan data BPS ini jangan mengandung pesanan yang berimplikasi terhadap bagaimana supaya daerahku angka kemiskinannya naik, dibuat tinggi, agar apa? Agar bantuannya banyak. Atau sekolah, bagaimana aku pesan daerahku literasinya rendah, atau angka putus sekolahnya tinggi atau bagaimana,” ujar Esti.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Simak juga Video: Jumlah Angka Kemiskinan RI Meledak Versi Bank Dunia