Luhut Binsar Pandjaitan buka suara soal Bandara IMIP di Morowali, Sulawesi Tengah. Pria yang kini menjadi Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) itu buka-bukaan awal mula hadirnya Bandara IMIP.
Bandara IMIP sendiri sempat heboh karena disorot Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin karena tidak ada aparat negara, seperti petugas Bea Cukai dalam operasionalnya. Bandara tersebut terintegrasi dengan Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang di dalamnya memiliki portofolio industri dari investasi China.

Bandara itu, diakui Luhut, memang dibangun dengan campur tangannya. Bandara IMIP dibangun ketika Luhut masih menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Bandara tersebut dijadikan penawaran agar pihak China yang mampu melakukan hilirisasi nikel, berinvestasi di Indonesia. Tawaran membangun lapangan terbang bagi investor besar semacam ini juga banyak diberikan oleh Vietnam dan Thailand.
“Mengenai izin pembangunan lapangan terbang, keputusan itu diambil dalam rapat yang saya pimpin bersama sejumlah instansi terkait. Itu diberikan sebagai fasilitas bagi investor, sebagaimana lazim dilakukan di negara-negara seperti Vietnam dan Thailand,” ujar Luhut dalam keterangan tertulis, Senin (1/12/2025).
Luhut bercerita paling depan melobi China untuk melakukan investasi di bidang hilirisasi nikel. Dia banyak berhubungan dengan beberapa petinggi China, bahkan Presiden Xi Jinping, agar semua kerja sama dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Investasi China US$ 20 Miliar
Singkatnya, di Morowali Luhut berhasil mengajak China untuk berinvestasi US$ 20 miliar. Nah baginya dengan investasi sebesar itu wajar saja bila perusahaan China mendapatkan fasilitas berupa lapangan terbang di kawasan industri.
“Jika mereka berinvestasi US$ 20 miliar, wajar mereka meminta fasilitas tertentu selama tidak melanggar ketentuan nasional,” catat Luhut.
Di sisi lain, Luhut menekankan bandara khusus semacam yang ada di Kawasan Industri IMIP, dibangun hanya untuk melayani penerbangan domestik dan memang tidak memerlukan bea cukai atau imigrasi sesuai aturan perundang-undangan. Dia juga menekankan tak pernah pihaknya mendorong agar bandara tersebut jadi bandara internasional.
“Tidak pernah kami pada saat itu mengizinkan bandara di Morowali atau Weda Bay menjadi Bandara Internasional,” ujar Luhut.
Terkait masalah lingkungan, sejak 2021, Luhut juga sudah meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar menindak tegas perusahaan-perusahaan industri hilir asal China yang belum memenuhi standar lingkungan.
Baginya, hilirisasi nikel penting sebagai langkah perubahan besar untuk Indonesia mendapatkan nilai tambah yang lebih baik dari sumber daya yang ada saat ini. Ide itu sudah dimiliki olehnya sejak 2001.
Salah satu tonggak awalnya adalah pembangunan Kawasan Industri Morowali yang dimulai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan diresmikan pada era Presiden Joko Widodo. Dari situlah lahir pemikiran bahwa Indonesia tidak boleh terus mengekspor bahan mentah.
Dari pengkajiannya kala itu, Luhut melihat hanya China yang saat itu siap dan mampu memenuhi kebutuhan Indonesia untuk melompat menjadi negara industri lewat hilirisasi nikel. Atas izin Jokowi, Luhut pun mulai melobi China untuk berinvestasi.
“Atas izin Presiden Joko Widodo, saya bertemu Perdana Menteri Li Qiang untuk menyampaikan permintaan Indonesia agar Tiongkok dapat berinvestasi dalam pengembangan industri hilirisasi,” kata Luhut.
Amerika Serikat kala itu tidak memiliki teknologi untuk hilirisasi nikel dan hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh CEO Tesla Elon Musk ketika bertemu dengan Luhut beberapa waktu lalu. Elon Musk menyebut AS tertinggal cukup signifikan dari China.
Luhut menjelaskan hilirisasi nikel dimulai dari penghentian ekspor ore nikel, yang sebelumnya hanya menghasilkan sekitar US$ 1,2 miliar per tahun, itu pun sebagian besar berupa tanah dan air, karena hanya sekitar 2% kandungannya yang dapat diambil.
Dia juga bercerita mulanya Jokowi sempat khawatir karena Indonesia berpotensi kehilangan nilai ekspor ore nikel. Banyak menteri juga tidak setuju karena takut kehilangan pemasukan jangka pendek. Namun setelah melalui pembahasan mendalam, pihaknya mengusulkan secara formal hilirisasi kepada Jokowi.
“Saya sampaikan bahwa dua hingga tiga tahun pertama akan berat, tetapi setelah itu manfaatnya akan terlihat jelas,” ujar Luhut.
Dalam waktu satu bulan, Jokowi pun menyetujui langkah tersebut, dan China pun siap bekerja sama. Dari situ, hilirisasi di Morowali mulai berjalan, dari nickel ore menuju produk bernilai tambah seperti stainless steel, precursor, dan cathode yang hari ini digunakan di berbagai industri global.
Tahun lalu ekspor sektor ini mencapai US$ 34 miliar dan akan meningkat menjadi US$ 36-38 miliar pada tahun ini, dan menjadi salah satu faktor stabilnya ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
“Tentu dalam perjalanannya terdapat banyak tantangan. Tetapi setiap keputusan kami buat melalui proses yang terpadu, transparan, dengan perhitungan untung-rugi yang jelas, dan yang menjadi titik pijak utama saya adalah kepentingan nasional. Dalam sebuah kerja sama, mustahil semua pihak menang; selalu ada proses give and take,” papar Luhut.





