Indonesia berupaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 31,89% hingga 43,2% pada 2030. Untuk mengurangi emisi ini, kebijakan transisi energi yang diterapkan sekarang ini diharapkan mampu mendorong peningkatan pemanfaatan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) sekaligus secara bertahap mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil.
Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik (DTETI FT) UGM sekaligus pakar energi Prof Ir Tumiran, PhD, memaparkan pentingnya kesiapan Indonesia dalam menjalani transisi energi.
Tumiran mengakui pemerintah sudah membuat target 23% EBT dalam kebijakan nasional. Namun, tantangan terbesar terletak pada sektor industri dan kemampuan ekonomi masyarakat dalam menanggung biaya energi terbarukan tersebut.
“Transisi energi bukan hanya soal mengurangi impor BBM dan LPG, tetapi juga mencapai swasembada energi nasional yang akan membangun ketahanan energi,” tegas Tumiran dikutip dari laman UGM, Sabtu (8/11/2025).
Lebih lanjut, Tumiran juga menekankan perlunya pendekatan yang komprehensif untuk mengembangkan industri energi terbarukan di Tanah Air, mengingat Indonesia memiliki potensi besar dengan energi matahari, angin, dan geotermal. Meski begitu, diperlukan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung.
“Bukan sekadar mengandalkan regulasi,” tutur Tumiran.
Tumiran mengingatkan bahwa transisi energi yang efektif membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan akademisi untuk menciptakan pasar energi terbarukan yang berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Salah satu BUMN yang dinilai menerapkan tata kelola yang baik yaitu PT Pertamina (Persero). Pengamat energi Inas Nasrullah Zubir mengatakan capaian tersebut tak lepas dari keberhasilan Pertamina menjalankan tata kelola dengan baik termasuk dari sisi procurement.
“Tak heran jika dari sisi distribusi, Pertamina mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil. Pelayanan ke berbagai pelosok itu tidak mungkin bisa dilakukan SPBU swasta,” ujar Inas, dikutip dari Antara.
Inas mengatakan tata kelola Pertamina memang baik hal itu terlihat dalam hal distribusi BBM, memiliki banyak terminal bahan bakar, sedangkan SPBU swasta sangat terbatas sehingga harga jualnya sangat tinggi.
Kemampuan BUMN migas tersebut mengelola bisnis terintegrasi, lanjutnya, berperan penting dalam menjaga ketahanan energi nasional, mulai dari hulu dalam hal eksplorasi dan eksploitasi, pengolahan, sampai distribusi.
Selain itu, tambahnya Pertamina juga dinilai serius dalam upaya transisi energi, termasuk renewable energy, misalnya kilang-kilang sudah memiliki residue catalytic cracking (RCC), sehingga mampu memproses minyak sawit menjadi bahan untuk bahan bakar nabati seperti biodiesel.
Termasuk SAF maupun produk geothermal itu merupakan peran Pertamina dalam transisi ke energi bersih.
Menurut Inas, selain menjaga ketahanan energi, BUMN migas tersebut juga berperan besar dalam perekonomian nasional, termasuk kemampuan menyerap tenaga kerja dengan sangat signifikan.
“Dengan pengalamannya, Pertamina sudah membuktikan sebagai perusahaan energi yang sangat penting dalam menjaga ketahanan energi,” kata Inas.
Dari sisi serapan tenaga kerja juga besar, sekitar 45 ribu orang, belum termasuk tenaga kontrak dan tenaga kerja dari bisnis pendukungnya.
Sementara, Direktur Center for Energy Policy Muhammad Kholid Syeirazi menambahkan Pertamina selalu berupaya untuk menjaga stabilitas, termasuk ketersediaan stok BBM terutama di daerah-daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Bahkan, tambahnya, hanya Pertamina yang mendistrisbusikan secara luas, sedangkan SPBU swasta tidak mampu melakukan fungsi itu.
Kholid mengatakan Pertamina menjadi satu-satunya pemain yang bisa menjalankan peran tersebut. BBM satu harga, misalnya, hanya bisa dilakukan Pertamina karena infrastrukturnya paling siap, paling memadai di seluruh jangkauan distribusi.
Dengan sinergi pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat, transisi energi bukan mustahil diwujudkan tanpa mengorbankan stabilitas pasokan maupun pertumbuhan ekonomi.
Jika tata kelola terus diperbaiki dan investasi pada energi terbarukan dipercepat, Indonesia bukan hanya mampu mencapai swasembada energi, tetapi juga memperkuat ketahanan nasional di tengah dinamika geopolitik dan iklim global yang kian tidak menentu.






