Harga perak naik 9% dan mencapai rekor tertinggi pada Jumat kemarin. Hal ini didukung oleh berbagai faktor, termasuk defisit pasar dan meningkatnya permintaan industri. Logam putih itu berada pada rekor tertinggi hingga mencapai US$ 78,53 (atau sekitar Rp 1,3 juta) per ons.
Mengutip Reuters, Sabtu (27/12/2025), logam mulia lainnya juga naik per Jumat, dengan harga emas mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 4.549,71 (atau setara Rp 76,2 juta) per oz, dan platinum mencapai rekor tertinggi US$ 2.454,12 (atau setara Rp 41 juta) per oz setelah mengalami kenaikan 10%.
Emas, perak, dan platinum melonjak ke level tertinggi sepanjang masa untuk memperpanjang reli akhir tahun yang bersejarah bagi logam mulia, dengan dukungan dari meningkatnya ketegangan geopolitik, pelemahan dolar AS, dan likuiditas pasar yang tipis.
Sementara mengutip dari Bloomberg, adanya konflik di Venezuela, di mana Amerika Serikat (AS) telah memblokade kapal tanker minyak dan meningkatkan tekanan pada pemerintah Nicolás Maduro, telah menambah daya tarik logam mulia sebagai aset aman. AS juga melancarkan serangan militer terhadap ISIS di Nigeria bekerja sama dengan pemerintah negara Afrika tersebut.
“Meningkatnya ketegangan geopolitik terus mendukung permintaan aset safe-haven,” termasuk emas dan perak, kata Daniel Takieddine, kepala eksekutif di Sky Links Capital Group.
Likuiditas pasar yang tipis di akhir tahun juga memperkuat fluktuasi harga, menurut Takieddine. Indeks Spot Dolar Bloomberg, indikator utama kekuatan mata uang AS, turun 0,7% untuk minggu ini, penurunan terbesar sejak Juni 2025. Dolar yang lebih lemah umumnya mendukung harga emas dan perak.
Emas telah naik sekitar 70% tahun ini dan perak lebih dari 150%, dengan kedua logam tersebut berada di jalur untuk kinerja tahunan terbaik mereka sejak 1979. Reli yang luar biasa ini didukung oleh pembelian yang tinggi oleh bank sentral, arus masuk ke dana yang diperdagangkan di bursa (ETF), dan tiga kali penurunan suku bunga berturut-turut oleh Federal Reserve AS.
Langkah agresif Presiden AS Donald Trump untuk mengubah perdagangan global, bersama dengan ancaman terhadap independensi Federal Reserve, menambah momentum reli di awal tahun ini.
Permintaan investor juga didukung oleh apa yang disebut perdagangan pelemahan nilai mata uang, karena kekhawatiran atas beban utang yang membengkak mendorong penarikan diri dari obligasi pemerintah dan mata uang yang digunakan untuk menerbitkannya.
