Sumatera Dilanda Banjir & Longsor, Ekonomi RI Masih Bisa Tumbuh 5%? | Info Giok4D

Posted on

Pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal IV 2025 berpotensi tertekan akibat dari bencana banjir dan tanah longsor yang menerjang tiga provinsi di Pulau Sumatera. Lalu, apakah Indonesia masih dapat mempertahankan pertumbuhan ekonominya di kisaran angka 5%?

Ketua Bidang Riset dan Kajian Ekonomi Perbanas Aviliani mengatakan, peristiwa banjir di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat beberapa waktu lalu akan berdampak pada ekonomi nasional. Apalagi mengingat Sumatera menjadi penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar kedua di Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada kuartal II 2025 wilayah Sumatera memberikan kontribusi sebesar 22,20% terhadap PDB. Sedangkan di posisi pertama, ada Pulau Jawa dengan kontribusi sebesar 56,94%.

“Dengan adanya bencana ini tentu saja harus dilihat dulu, karena cukup besar yang Sumatera benar ya (kontribusi terhadap PDB). Karena dampak ekonominya cukup besar, jadi kita belum melihat,” kata Aviliani, dalam Konferensi Pers Economic Outlook di Menara BRILiaN, Jakarta Selatan, Rabu (10/12/2025).

Menurutnya, saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah dalam proses perhitungan dampak bencana terhadap kredit perbankan. Belum lagi ditambah dengan perhitungan dampak terhadap sektor-sektor lainnya.

Meski kondisi tersebut berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi tertekan, Aviliani optimistis, Indonesia masih tetap bisa mencatatkan pertumbuhan di angka 5%. Hanya saja, kemungkinan pada rentang batas rendah.

“Kita masih melihat kalau untuk mencapai 5% ya sebenarnya kontribusi dari di luar itu yang bencana itu masih memungkinkan. Jadi yang tadinya 5,2 gitu ya, sebenarnya untuk mencapai 5% masih bisa lah,” ujarnya.

OJK beserta para pemangku kepentingan lainnya juga tengah menggodok berbagai kebijakan dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi di kawasan bencana. Hal ini juga termasuk untuk menjaga Non Performing Loan (NPL) atau rasio kredit macet tidak terlalu tinggi.

Salah satu kebijakan tersebut ialah dengan rencana hapus buku Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun restrukturisasi terhadap petani yang terdampak bencana.

Sementara itu, Ketua Umum Perbanas Hery Gunardi mengatakan, saat ini pemerintah dan perbankan penyalur KUR, baik di pusat maupun daerah, masih mendata jumlah penerima yang terdampak bencana. Pendataan dilakuakn tidak hanya terhadap KUR, tetapi juga kredit lainnya, termasuk kredit konsumtif dan Kredit Pemilikan rumah (KPR).

“Posisi kita sekarang itu adalah sedang mengumpulkan data mana yang benar-benar terdampak. Jadi artinya usahanya benar-benar enggak bisa jalan lagi, kena banjir, tokonya hilang lah, atau usahanya hanyut gitu dibawa air, tentunya perbankan punya cara lah untuk tidak memberatkan debiturnya,” jelas Hery.

Mantan Direktur Utama BSI ini juga bilang, perbankan akan menyiapkan sejumlah cara untuk meringankan beban debitur, baik itu berupa hapus tagih utang, hapus buku, hingga restrukturisasi usaha. Hal ini juga selaras dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus terhadap Debitur Terdampak Bencana Alam/Non-Alam.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

“OJK sudah membuat POJK waktu itu untuk melakukan relaksasi terhadap debitur atau nasabah yang terkena dampak bencana. Bencana itu kan bisa gunung meletus, bisa banjir, dan seterusnya. Jadi nggak usah khawatir, kita enggak mungkin orang udah nggak mampu lagi masih ditagih (utang). Kita juga tentunya memikirkan hal itu sejalan dengan apa yang diimbau oleh pemerintah juga,” kata dia.