Stok Tetes Tebu Menumpuk di Pabrik Gula Gegara Banjir Impor Etanol

Posted on

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan banjir impor etanol membuat stok tetes tebu menumpuk di pabrik gula. Bahkan harga tetes tebu sempat anjlok akibat banjir impor etanol.

Tetes tebu merupakan produk sampingan dari pabrik gula yang biasanya diserap industri etanol. Harga tetes tebu anjlok akibat masuknya produk etanol dari luar negeri. Hal inilah yang membuat tangki penyimpanan tetes tebu di pabrik gula penuh.

“Hanya saja, tetes tebunya harganya turun karena ada etanol masuk dari luar negeri. Sehingga tangkinya mungkin full. Itu maksudnya,” kata Amran saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).

Amran menyebut pemerintah melalui Danantara telah menyiapkan anggaran untuk membeli gula di tingkat petani. Adapun anggaran yang disiapkan, yakni Rp 1,5 triliun. Amran pun memastikan pabrik gula tetap beroperasional meskipun terjadi penurunan harga tetes tebu.

“Pabrik gula ini jalan terus. Kemarin yang menumpuk adalah gula. Gula ini sudah dibeli atas persetujuan Bapak Presiden, diberikan dana dari danantara Rp1,5 triliun membeli gulanya petani. Pabrik itu biasa bermasalah, tapi enggak lah (nggak sampai tutup). (Persoalannya) ini selesai,” jelas Amran.

Amran menjelaskan pemerintah terus berupaya menjaga keseimbangan antara petani, pelaku usaha, serta konsumen. Salah satunya, pemerintah akan memberlakukan larangan terbatas (lartas) impor etanol. Kebijakan ini akan membatasi impor etanol selama produksi dalam negeri masih terpenuhi.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI) Fatchuddin Rosyidi mengatakan harga tetes tebu anjlok menjadi Rp 900 per kilogram. Padahal, tahun lalu harga tetes tebu di rentang Rp 2.100-2.400/kg.

“Kemudian tiba-tiba ada Permendag yang membolehkan impor tetes dari Thailand untuk digunakan etanol. Akhirnya tetes kita, produksi kita tahun 2024 ini nggak laku. Jadi harga yang Rp2.400 terjun Rp2.000, terjun lagi Rp1.700, terjun lagi Rp1.200, sekarang Rp900,” katanya.

Menurutnya, impor dari Thailand tidak hanya etanol saja, tapi ada juga produk tetes tebu. Dengan harga yang lebih murah, Fatchuddin menyebut produk lokal tidak terserap ke industri.

Selama lima tahun ini, Fatchuddin menilai tak ada permasalahan yang terjadi. Produk lokal tetap terserap ke industri dengan harga yang bagus.

Sebaliknya, kini produksi tetes tebu dalam negeri baru terserap 40% dari 1,6 juta ton. Hal ini berarti masih ada 60% tetes tebu yang masih tertampung di pabrik.

“Masih. Sekarang kan masih ada, pabrik-pabrik masih giling. Tentunya kan produksi tetesnya masih ada di tangki. Tangki ini kalau kemudian tidak diserap tetesnya, pabrik bisa mandeg,” terangnya.