Stafsus Pramono Beberkan Alasan Olahraga Padel Kena Pajak 10%

Posted on

Staf Khusus (Stafsus) Gubernur DKI Jakarta Yustinus Prastowo memberikan penjelasan tentang fasilitas olahraga padel dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori jasa kesenian dan hiburan. Fasilitas olahraga padel seperti lapangan dikenakan pajak sebesar 10%.

Hal tersebut berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Nomor 257 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala Bapenda Nomor 854 Tahun 2024. Prastowo menjelaskan, sudah sejak lama olahraga berbayar masuk ke dalam objek kena pajak hiburan.

“Padel mau kena pajak hiburan? Olahraga permainan berbayar kena pajak hiburan itu sudah lama, setidaknya sejak UU 28/2009 (tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah),” kata Prastowo, dikutip dari unggahan pada akun media sosial X @prastow, Jumat (4/7/2025).

Eks Stafsus Sri Mulyani itu juga bilang, kebijakan pengenaan pajak terhadap olahraga berbayar juga berlaku di semua daerah. Tidak hanya padel yang ramai seperti saat ini, fasilitas olahraga futsal hingga tenis juga terkena pajak.

“Dulu fitness, futsal, tenis, squash, billiar, softbol, bisbol dan lain-lain. Kini disesuaikan dengan berkembangnya ragam olahraga permainan,” ujarnya.

Melalui keterangan terpisah, Prastowo juga menjelaskan alasan permainan padel mesti kena pajak. Mulanya ia menerangkan, Pajak Hiburan adalah bagian Pajak Daerah dan sejatinya bukan jenis pajak baru. Pajak tersebut telah ada sejak tahun 1997, melalui UU 19 Tahun 1997.

Menurutnya, hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan/atau atau keramaian yang dinikmati masyarakat dengan dipungut bayaran. UU 28/2009 memberi contoh yang lebih jelas tentang objek Pajak Hiburan, seperti tontonan film, diskotek, permainan biliar, pacuan kuda, hingga pertandingan olahraga.

“Sedangkan Perda DKI No 13/2010 menyebut misalnya renang, tenis, squash, futsal, dan jenis olahraga lain. Jadi sebenarnya olahraga permainan sudah dikenai Pajak Hiburan sejak lama dan tidak ada masalah. Adem ayem tanpa kegaduhan,” jelas Prastowo, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima detikcom.

Melalui UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, pemerintah mengatur ulang pengelompokan jenis pajak daerah agar tarif yang dibebankan lebih sesuai dengan prinsip keadilan. Muncul nomenklatur baru Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), dengan objek makanan/minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian/hiburan.

Olahraga yang dikenai Pajak Hiburan adalah olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran. Ada hiburan yang sifatnya mewah dan konsumsinya harus dikendalikan, kena tarif tinggi antara 40% s.d 75%. Namun ada hiburan yang dinikmati masyarakat luas seperti olahraga permainan, hanya dikenai pajak 10%, lebih rendah dari PPN yang tarifnya 11%.

Pemprov DKI melalui Perda No 1/2024 mengatur olahraga permainan adalah bentuk persewaan ruang dan alat olahraga seperti tempat kebugaran, lapangan futsal, lapangan tenis, kolam renang, dan sebagainya yang dikenakan bayaran atas penggunaannya. SK Kepala Bapenda No. 257/2025 hanya mendetailkan jenis olahraga permainan yang menjadi objek Pajak Hiburan.

Pajak Hiburan dikenakan atas tempat kebugaran (fitness center, yoga, pilates, zumba), lalu lapangan untuk futsal/sepak bola/mini soccer, lapangan tenis/basket/bulu tangkis/voli/tenis meja/squash/panahan/bisbol/softbol/tembak, tempat biliar, tempat panjat tebing/sasana tinju/atletik, jetski, dan terakhir lapangan padel.

“Jadi pengenaan Pajak Hiburan atas olahraga permainan padel justru untuk menciptakan rasa keadilan, karena Pajak Hiburan atas berbagai jenis olahraga permainan lainnya telah dikenakan sejak lama. Yang penting, pemungutan pajak ini dilakukan secara fair dan transparan, dan uang pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik,” ujar Prastowo.