Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara terkait Revisi Undang-undang (RUU) Keuangan Negara yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026. Revisi tersebut merupakan usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Purbaya mengatakan tidak ada rencana pemerintah untuk melakukan perubahan batasan defisit APBN yang saat ini maksimal 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Anda pasti pikir saya mau melanggar 3%? Nggak ada,” ujar Purbaya kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Purbaya menilai program pemerintah yang tepat dapat mendorong perekonomian nasional dan penerimaan negara. Dengan demikian, menurutnya tidak perlu mengandalkan pembiayaan dalam bentuk utang hingga menaikkan batas defisit.
“Kalau ekonominya bagus, misalnya jurus saya berhasil, harusnya sih ekonominya akan lebih bergairah dan pendapatan pajaknya lebih tinggi juga. Harusnya kita nggak perlu mengubah undang-undang untuk menaikkan defisit atau batas utang,” tuturnya.
Meski begitu, Purbaya menilai penetapan batas utang kala itu kurang berdasar. Batas tersebut muncul dari kebanyakan negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang menganggap bisa menjadi indikator suatu negara membayar utang, namun kini dilanggar sendiri oleh mereka.
“Jadi nggak usah takut dengan batas-batas itu, semuanya dilanggar sekarang. Hampir semua negara Eropa melanggar. AS berapa? Hampir 100% juga. Defisitnya mungkin 6%, rasio utang ke PDB-nya di atas 100%,” ujar Purbaya.
Indonesia, kata Purbaya, masih jauh dari batas aman dan tidak pernah mengalami gagal bayar utang. “Kita selama ini tidak pernah default. Kekayaan kita juga cukup,” tambahnya.
Indonesia sendiri pernah melebarkan defisit ketika pandemi COVID-19 sampai 5,07% PDB, seiring dengan kebutuhan pembiayaan yang tinggi. Seandainya hal yang sama terjadi, maka tidak menutup kemungkinan akan menjadi opsi pemerintah.
“Seandainya kita kepepet, seandainya ya, kenapa mereka boleh, kita nggak boleh?,” imbuhnya.