Singkong-Tapioka RI Nggak Laku di Negeri Sendiri Gegara Banjir Impor

Posted on

Stok singkong dan tapioka Indonesia melimpah, khususnya di Lampung. Kondisi ini terjadi karena tidak dibeli oleh industri dalam negeri sendiri.

Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengatakan saat ini sebanyak 250 ribu ton tapioka Lampung tidak terserap oleh industri dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh datangnya tapioka impor yang harganya lebih murah.

Dampaknya tidak hanya merugikan produsen tapioka, petani juga ikut merugi. Produsen yang sulit menjual tapiokanya membuat produksi terhenti dan tidak membeli singkong.

“Permasalahan utama pengusaha, harga tidak kompetitif, dengan tepung tapioka impor yang jauh lebih murah masuk ke Indonesia. Mereka produksi per kg 6.000. Tepung tapioka impor Rp 5.200/kg dan tidak kena pajak, tidak pernah kena pajak,” kata dia rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (25/6/2025).

Produsen tapioka juga merasa berat karena adanya harga eceran tertinggi (HET) singkong naik menjadi Rp 1.350/kg. HET ini yang membuat harga juga lebih mahal. Dilemanya, jika harga singkong dibiarkan turun seperti sebelumnya, petani akan merugi.

“HET dikeluarkan Rp 1.350/kg dipotong 30% ini bukan untuk selamanya, untuk menangkan petani, pengusaha singkong dengan terpaksa membeli dengan harga itu untuk menyelamatkan petani,” ucapnya.

Rahmat mengatakan jumlah stok tapioka 250 ribu ton di pabrik saat ini dinilai menjadi yang terbanyak. Stok sebanyak itu tidak laku karena saat ini industri lebih memilih impor dengan harga murah Rp 5.200/kg.

“Tepung tapioka yang diambil industri gula, tekstil, yang banyak itu dari industri kertas lebih memilih tepung tapioka dari impor karena harganya selisih jauh. Mereka (produsen tapioka dalam negeri) jual Rp 6.000 sampai Rp 5.800, harga (tapioka) impor Rp 5.200 per kg,” ungkapnya.

Selain soal harga, Rahmat juga menyoroti data impor yang tidak sinkron. Menurut data yang didapat saat ini produksi tapioka dalam negeri mengalami defisit 1 juta ton, sehingga membutuhkan impor.

Kemudian, data Sistem Informasi Industri Nasional mencatat produksi nasional tepung tapioka 1,4 juta ton. Dengan catatan, Lampung diketahui memegang 50% dari produksi nasional.

Namun, berdasarkan informasi dari pelaku usaha Lampung saja, mereka dapat memproduksi tepung tapioka sebanyak 4 juta ton.

“Jadi selisihnya 1,5 juta ton hingga 2 juta ton dengan data SINAS,” lanjutnya.

“Artinya, saya tidak tahu kenapa kita harus impor apa karena defisit dan lain lain. Yang jelas, kebutuhan tepung tapioka di Indonesia, Lampung itu sudah cukup, kalau diturunkan semua menjadi salah semua,” tambahnya.

Ia pun menagih janji pemerintah pusat yakni dari Kementerian Pertanian yang ingin mengatur terkait impor singkong dan tapioka. Rahmat juga meminta agar pemerintah mengatur tata niaga baik itu pertanian dan industri singkong dan tapioka.

“Kami empat bulan menunggu kebijakan menutup impor, memberlakukan impor tapioka itu dengan dikenakan pajak dan lain lain, sehingga harga kita kompetitif. Kita juga minta petani, industri, harus ditata supaya satu tumbuh, semua tumbuh,” ujar dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *