Goldman Sachs memprediksi harga emas bisa melesat jauh di atas baseline US$ 4.000 per troy ounce atau Rp 65,6 juta (kurs Rp 16.400) pada pertengahan 2026, khususnya jika investor semakin gencar investasi di logam mulia ini. Sebagai informasi, 1 troy ounce setara dengan 31,1 gram.
Harga emas spot sendiri sudah menyentuh rekor baru US$ 3.578,50 per ounce atau Rp 58,67 juta pada Rabu, dipicu ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed akhir bulan ini. Sementara di Indonesia, harga emas keluaran Logam Mulia Antam 24 Karat pada Kamis (4/9) sudah berada di level Rp 2.044.000 per gram. Ketidakpastian global membuat permintaan aset aman tetap tinggi.
“Emas tetap menjadi rekomendasi long paling kuat dari kami,” tulis Goldman Sachs dalam catatan riset terbaru, dikutip dari Reuters, Jumat (5/9/2025).
Mereka memperkirakan harga emas akan mencapai US$ 3.700 di akhir 2025 dan US$ 4.000 pada pertengahan 2026, dengan asumsi bank sentral masih agresif membeli. Namun, skenario dasar itu belum menghitung kemungkinan investor swasta keluar dari aset dolar AS menuju emas.
Langkah ini bisa mendorong harga hingga US$ 4.500 per ounce. Goldman Sachs juga menekankan, hilangnya independensi The Fed bisa memicu inflasi lebih tinggi, lonjakan yield obligasi jangka panjang, pelemahan saham, serta turunnya status dolar sebagai mata uang cadangan global.
Dalam kondisi itu, emas sebagai penyimpan nilai yang tak bergantung pada kepercayaan institusi akan jadi pemenang. Presiden AS Donald Trump belakangan memang semakin gencar berupaya mengendalikan The Fed, yang selama ini dinilai perlu bebas dari intervensi politik untuk bisa mengendalikan inflasi secara efektif.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Dengan asumsi faktor lain tetap, Goldman Sachs bahkan menghitung harga emas bisa tembus mendekati US$ 5.000 per troy ounce bila hanya 1% dari total dana swasta yang diinvestasikan di pasar obligasi AS dialihkan ke emas.