PT Samator Indo Gas Tbk memperpanjang kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait pemanfaatan produk liquid, pengelolaan bersama pabrik Liquid CO₂, hingga pengembangan teknologi untuk Proyek Center of Excellence (CoE) Carbon Capture and Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS).
Samator menegaskan kerja sama ini merupakan langkah strategis untuk mendorong pengembangan teknologi rendah karbon. Infrastruktur pabrik Liquid CO₂ yang telah dimanfaatkan sejak perjanjian pertama kini menjadi basis pengembangan teknologi pemanfaatan CO₂ yang lebih efektif, termasuk untuk kebutuhan CCS/CCUS.
“Kami bangga dapat melanjutkan kolaborasi penting ini dengan ITB. Pengelolaan CO₂ bukan hanya kebutuhan industri komersial, tetapi juga bagian dari strategi besar kami untuk mendukung inisiatif dekarbonisasi di Indonesia. Pabrik dan jaringan distribusi kami menjadi laboratorium nyata bagi peneliti ITB untuk menghasilkan inovasi yang relevan dan aplikatif,” ujar Rachmat, dalam keterangan tertulis, Kamis (11/12/2025).
Kerja sama ini menjadi kelanjutan dari kemitraan yang telah terjalin sejak 2018, ketika MoU pertama ditandatangani. Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dilakukan di Kampus ITB, Bandung. Dari ITB hadir Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi, Prof. Ir. Lavi Rizki Zuhal, Ph.D., sementara dari Samator hadir Direktur Utama PT Samator Indo Gas Tbk, Rachmat Harsono, Selasa (9/12).
Untuk diketahui, sejak 2018, kolaborasi antara ITB dan Samator menjadi fondasi penting dalam pemanfaatan Liquid CO₂ dan optimalisasi operasional pabrik CO₂ milik perusahaan di Subang dan Cilamaya, Jawa Barat. Kerja sama ini turut mendukung pemanfaatan CO₂ untuk industri makanan dan minuman, pengelasan, food packaging, hingga berbagai aplikasi industri lainnya.
Pengalaman Samator dalam proyek berbasis CO₂ juga diperkuat melalui keterlibatannya pada empat proyek Enhanced Oil Recovery (EOR). Liquid CO₂ dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi sumur tua sekaligus menyimpan karbon di bawah tanah, sejalan dengan kerangka regulasi CCUS nasional. Praktik ini dinilai dapat mendukung dekarbonisasi dan peluang penciptaan kredit karbon.
Perpanjangan MoU ini menandai komitmen lebih kuat dari kedua institusi untuk mengembangkan teknologi penangkapan dan penyimpanan CO₂ sebagai upaya menuju target penurunan emisi nasional. Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi, Prof. Ir. Lavi Rizki Zuhal, Ph.D mengatakan pihaknya melalui CoE CCS/CCUS telah aktif menggarap berbagai riset dan pilot project bersama pemerintah dan industri energi.
“Centers of Excellence dan kelompok riset di ITB terus berkolaborasi dengan instansi pemerintah serta pelaku industri untuk merancang proyek nyata, menguji teknologi baru, dan mendukung regulasi yang sedang berkembang. ITB siap memperkuat kolaborasi ini melalui riset bersama, program inovasi, dan pengembangan kapasitas, sehingga Indonesia tidak hanya berpartisipasi, tetapi juga turut membentuk pasar karbon global yang adil, transparan, dan berintegritas tinggi,” ujar Lavi.
Ruang lingkup kerja sama mencakup penguatan pendidikan, penelitian, dan inovasi. Kegiatan yang disepakati meliputi kolaborasi dalam pendidikan dan pengajaran, penelitian bersama, pengabdian kepada masyarakat, hingga pengembangan SDM melalui pelatihan dan peningkatan kompetensi. Selain itu, kerja sama juga mencakup konsultasi, pendampingan, serta kajian strategis di bidang IPTEK.
Kerja sama ini diharapkan menjadi fondasi baru untuk mendorong pengembangan teknologi penangkapan dan pemanfaatan karbon di Indonesia secara berkelanjutan. Samator dan ITB berharap kontribusi ini dapat memperkuat ekosistem riset, inovasi, dan industri rendah karbon di Tanah Air.
“Kami meyakini bahwa sinergi industri dan akademisi adalah jalur terbaik untuk menghasilkan terobosan. Dengan perpanjangan MoU ini, kami siap melangkah lebih jauh dalam pengembangan teknologi CO₂ yang bermanfaat baik bagi dunia industri maupun lingkungan,” tutupnya.






