Restoran asal Amerika Serikat (AS), Hooters di Clarke Quay akan mengakhiri operasionalnya pada 31 Januari 2026. Restoran yang dikenal dengan pelayan berpakaian seksi itu resmi menutup cabang terakhirnya di Singapura setelah 30 tahun beroperasi.
Hooters pertama kali membuka gerai di Clarke Quay pada tahun 1996 dan menjadi gerai perdananya di Asia. Dua lokasi Hooters lainnya kemudian dibuka di Singapura di bawah pemilik waralaba yang berbeda, tetapi keduanya juga sudah tutup.
Direktur Pelaksana Hooters Clarke Quay, Selena Chua mengatakan keputusan untuk menutup gerai terakhir di Singapura karena pihaknya kekurangan tenaga kerja. Belum lagi penjualan yang terus lesu setiap harinya.
“Sebagian besar generasi muda tidak ingin bekerja di bidang makanan dan minuman,” kata Chua dikutip dari Channel News Asia, Rabu (31/12/2025).
Restoran tersebut telah menaikkan gaji karyawan bertahun-tahun, sejalan dengan kenaikan biaya hidup dengan tetap menjaga harga menu yang terjangkau bagi pelanggan. Lama-kelamaan kondisi ini memberi tekanan pada laba bersih bisnis.
Apakah penutupan Hooters akan memengaruhi penawaran Clarke Quay, juru bicara CQ @ Clarke Quay hanya mengucapkan terima kasih kepada restoran tersebut atas kemitraan jangka panjang dan telah menjadi bagian dari lanskap CQ @ Clarke Quay selama 30 tahun terakhir.
Sebagai informasi, CQ @ Clarke Quay adalah landmark bersejarah yang ikonik dan terlestarikan yang terletak di sepanjang Sungai Singapura. Kawasan ini dikelola oleh CapitaLand Integrated Commercial Trust.
“Seiring kami terus memperbarui dan meningkatkan CQ @ Clarke Quay, kami tetap berkomitmen untuk menghadirkan beragam penawaran dan pengalaman yang menarik bagi pengunjung kami,” tambah juru bicara tersebut.
Penutupan ini menyusul pengajuan kebangkrutan oleh Hooters di AS pada Maret 2025, yang berupaya mengatasi utang sebesar US$ 376 juta dengan menjual semua restoran milik perusahaan kepada grup waralaba yang didukung para pendiri perusahaan.
Laporan menyebutkan kesulitan perusahaan dalam beberapa tahun terakhir karena inflasi, tingginya biaya tenaga kerja dan makanan, serta penurunan konsumen AS.






