Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki target melakukan konservasi laut dengan luas 200 ribu hektare tahun ini. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut KKP Kartika Listriana.
Kartika menjelaskan penataan ruang laut menjadi dasar dari seluruh pemanfaatan ruang yang ada di wilayah pesisir dan laut agar tercipta keselarasan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian ekosistem pesisir dan laut. Menurutnya, penataan ruang laut yang berkelanjutan merupakan kunci mewujudkan ketahanan laut, melestarikan lingkungan laut, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Integrasi tata ruang laut sangat penting untuk memastikan bahwa pemanfaatan laut dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab, berkelanjutan, dan berkeadilan bagi semua pihak, termasuk masyarakat pesisir dan generasi mendatang,” kata Kartika dalam konferensi pers, di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
Dalam forum Our Ocean Conference (OOC) dan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Kartika menjelaskan Indonesia juga menyampaikan lima komitmen, termasuk memperkuat pengelolaan karbon biru melalui skema menghitung cepat nilai karbon biru padang lamun di 20 kawasan konservasi laut, menginisiasi Blue Carbon Network and Database, memperkuat kolaborasi dan kerjasama di forum internasional, memformulasikan kebijakan pengelolaan karbon biru hingga pedoman penghitungan nilainya.
“Kami juga telah melaksanakan pilot project pembangunan Kampung Budi Daya Rumput Laut di Wakatobi yang akan disusul di Maluku, dan Rote Ndao sebagai implementasi perikanan berkelanjutan. Serta akan membangun ocean monitoring system dan 15 kawasan konservasi perairan (marine protected area) hingga tahun 2027,” tambah Kartika.
Sementara itu, Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Amehr Hakim pada 2025, ada dua fokus kawasan konservasi, seperti Taman Nasional Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur dan Gili Matra atau Gili Meno Trawangan, NTB.
“Nah ini untuk tahun 2025 ini kita akan fokuskan di dua kawasan konservasi, itu ada Taman Nasional Perairan Laut Sawu di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Gili Matra atau Gili Meno Trawangan dan Air di Nusa Tenggara Barat. Nah ini yang kita akan pilotkan di tahun 2025 ini,” terang dia.
Dia menjelaskan pihaknya juga menetapkan standar terkait berapa alokasi ruang yang harus disiapkan untuk kawasan konservasi, serta bagaimana jarak antara kawasan konservasi dan ruang pemanfaatan ekonominya.
“Sehingga itu tidak saling bertumbuk dan tidak saling overlap malah bisa-bisa saling mendukung,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan, Firdaus Agung mengungkapkan, total luas kawasan konservasi perairan di Indonesia sudah lebih dari 30 juta hektar, mendekati target nasional sebesar 32,5 juta hektar pada tahun 2030.
“Keputusan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi serta mendorong peran aktif berbagai pemangku kepentingan dalam menjaga kelestarian sumber daya laut. Hal ini sesuai dengan kebijakan Menteri Sakti Wahyu Trenggono dalam mewujudkan pembangunan ekonomi biru melalui penambahan luas kawasan konservasi laut,” kata Firdaus dalam keterangannya, Jumat (14/2/2025).