Presiden Prabowo Subianto menyoroti sistem birokrasi Indonesia yang dikenal lamban dan kerap mempersulit rakyat. Hal ini membuat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) didorong untuk segera melakukan transformasi.
Menteri PANRB Rini Widyantini mengatakan, Prabowo memberikan arahan agar birokrasi di Indonesia bertransformasi menjadi lebih responsif. Untuk mendukung hal tersebut, penting untuk mewujudkan budaya birokrasi yang beretika.
“Bapak Presiden sudah mengatakan bahwa birokrasi kita ini dikenal lamban, dikenal tidak bersih, dikenal sering mempersulit masyarakat. Itu mungkin dengan kita mulai membangun integritas di dalam diri setiap aparatur,” kata Rini, dalam acara Penandatanganan Kesepakatan Bersama Pengampu Sasaran dan Agenda Reformasi Birokrasi Nasional 2025-2029 di Kantor Kementerian PANRB, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Namun untuk mewujudkannya, Rini mengatakan, pemerintah setidaknya masih menghadapi tiga tantangan. Tantangan pertama, terdapat defisit sinergi, berupa rendahnya kolaborasi, baik antar-KL maupun pemerintah daerah (pemda) dengan pemerintah pusat (pempus).
“Kenapa? Karena kita sering melihat masih terdapatnya fragmentasi program-program antarinstansi, tumpang tindih kebijakan, dan kurangnya policy coherence antara pusat dan daerah. Ini mengakibatkan kebijakan ini berjalan secara tidak terintegrasi, efisiensi nasional semakin menurun, implementasi menjadi lambat dan tidak konsisten,” ujarnya.
Kedua, rendahnya komitmen. Menurutnya, komitmen sering kali terjebak pada target institusional (silo), di mana reformasi dianggap sebagai agenda masing-masing instansi, bukan menjadi agenda nasional. Hal ini salah satunya karena masing-masing instansi mengejar untuk dapat tunjangan kinerja (tukin).
“Karena masing-masing mengejar untuk dapat tunjangan kinerja. Karena reformasi birokrasi masih dianggap sebagai tunjangan kinerja, jadi belum terakselerasi menjadi komitmen kolektif nasional. Sehingga, tentunya diperlukan mekanisme insentif dan disinsentif yang lebih tegas, penguatan kepemimpinan yang transformasional, serta pengawasan yang berbasis hasil atau outcome-based governance,” kata dia.
Lalu tantangan ketiga, adanya disparitas kapasitas instansi. Rini menjelaskan, terdapat perbedaan kapasitas sumber daya manusia, anggaran, hingga infrastruktur digital dan tata kelola. Hal ini membuat kualitas birokrasi menjadi tidak merata.
Lima Arah Besar Reformasi Birokrasi
Selaras dengan tantangan tersebut, telah disepakati bersama dokumen yang mencerminkan lima arah besar reformasi birokrasi periode 2025-2029. Pertama, transformasi digital. Kedua, talenta berkinerja tinggi dan kompeten. Ketiga, budaya birokrasi beretika dan inovatif.
Keempat, organisasi agile dan adaptif berkinerja tinggi. Lalu yang kelima, pelayanan publik berkualitas dan inklusif. Dokumen tersebut pun ditandatangani bersama dengan KL terkait pada hari ini sebagai bentuk komitmen mewujudkan transformasi.
“Ke depannya, kita sudah melihat reformasi birokrasi nasional kita dibangun dengan empat prinsip utama yaitu partisipatif, berkelanjutan, berdampak, dan mengakomodasi keberagaman pemerintah,” ujar Rini.
“Dengan demikian, reformasi birokrasi itu harus menjadi hasil kolektif dan kolaborasi dari semua pihak. Ini harus dimulai dari sinergi lintas sektor dan harmoni setiap kebijakan,” sambungnya.
Rini juga mengingatkan agar pemerintah daerah (pemda) serta KL memastikan tidak ada kebijakan yang tumpang tindih antarinstansi, serta menjamin agenda reformasi birokrasi selaras antara pusat dan daerah.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
