Petani Singkong-Produsen Tapioka Teriak Gegara Banjir Impor

Posted on

Petani singkong Lampung hingga produsen tepung tapioka mencurahkan keadaannya di depan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Saat ini kedua pihak tersebut mengalami kerugian karena tidak terserap oleh industri dalam negeri.

Penyebab utamanya, industri yang membutuhkan tapioka lebih memilih dari impor. Alhasil, pasokan singkong dan tapioka di Lampung melimpah karena tidak terserap.

Aliansi Masyarakat Peduli Petani Singkong Indonesia Maradoni menyebut, berdasarkan informasi yang didapat, impor tapioka nilainya cukup besar. Sementara singkong dalam negeri, khususnya Lampung saat ini tidak terserap oleh produsen.

“Waktu itu ada informasi dari KPPU 2 RI Lampung impor turun 59 ribu ton, itu nilainya Rp 511 miliar, apabila 100 ribu ton Rp 1 triliun lebih, kalau 1 juta ton Rp 10 triliun, kalau 4 juta ton Rp 40 triliun. Kenyataannya itu tidak ada dinikmati Lampung,” kata dia dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (25/6/2025).

Ia mengaku miris karena saat ini petani singkong seperti tidak mendapatkan kepastian pendapatan. Maradoni juga menyinggung soal regulasi yang pasti dari pemerintah untuk melindungi petani singkong.

“Karena sampai hari ini menanam singkong seolah-olah menanam rumput, karena tidak ada payung hukum yang memayungi kami untuk memberikan perlindungan petani singkong Provinsi Lampung. Sementara 7 Kabupaten sentra singkong ini kami ketergantungan kehidupan ekonomi,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang Ketua Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) Welly Sugiono juga mengatakan alasan produsen sulit menyerap singkong petani, karena saat ini serapannya dari industri juga menurun akibat tingginya impor tapioka.

Ia mengatakan dari 37 pabrik, stok tapioka telah mencapai 250 ribu ton. Jumlah ini tidak bisa dijual ke industri seperti kertas, kerupuk, pempek, hingga cireng. Jika tidak bisa menjual, maka sulit membeli singkong petani.

Welly mengatakan saat ini industri meminta harga tapioka Rp 5.200/kg. Harga itu diminta karena industri saat ini bisa mendapatkan tapioka impor dengan harga tersebut.

Padahal harga yang bisa dijual oleh pabrik Rp 6.500/kg seiring dengan ditetapkannya harga eceran tertinggi (HET) singkong Rp 1.350/kg.

“Karena yang tadinya beli harga Rp 6.500 tiba-tiba semua minta Rp 5.200 sebelum PPN. Belum lagi segmentasi pasar tapioka ini industri kertas. Saya golongkan 2, yang non PKP dan non PKP, yang non PKP ini kerupuk, pempek, cireng dan lain sebagainya,” terangnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *