Di tengah persaingan mencari kerja yang semakin sengit, banyak orang muda di China akhirnya memilih bermalas-malasan di rumah. Sehari-hari mereka hanya menghabiskan waktu dengan tiduran, bermain ponsel, memesan makanan, dan nyaris tak meninggalkan tempat tidur.
Melansir SCMP, Sabtu (21/6/2025), mereka yang menjalani gaya hidup ini kemudian disebut sebagai ‘rat people’ atau ‘manusia tikus’. Sebab aktivitas harian yang hanya ‘menggerogoti’ harta keluarga karena ia tidak bekerja, menghindari bersosialisasi, dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas dinilai serupa dengan para tikus yang tinggal di selokan rumah.
Fenomena ini kemudian semakin dikenal di China saat seorang pengguna Douyin, @jiawensishi, menjadi populer karena membagikan video rutinitasnya sebagai ‘tikus rumah’ yakni bangun siang, bermain handphone sampai sore, tidur-tiduran di kasur sepanjang hari, lalu menutup hari dengan kembali tidur sebelum jam 8 malam.
Videonya itu kemudian meraih ratusan ribu likes dan menarik minat banyak masyarakat muda lainnya. Bahkan tak sedikit di antara mereka yang merasa sangat relevan atau sependapat dengan @jiawensishi untuk hidup layaknya manusia tikus karena lelah dengan pekerjaan dan tekanan sosial.
“Kami lelah dengan gaya hidup yang serba cepat, serba cepat, dan sangat efisien yang dipaksakan kepada kami. Kami hanya menginginkan kebebasan untuk berbaring kapan pun dan di mana pun kami mau,” tulis salah seorang netizen.
Pekerja sosial dari Provinsi Hubei, Zhang Yong berpendapat orang-orang ‘tikus’ mencerminkan tren yang lebih luas dari bagaimana masyarakat muda China saat ini lebih memilih untuk menarik diri dari lingkungan sosial yang cenderung penuh tekanan.
Di sisi lain, dengan menjadi manusia tikus mereka merasa dapat menghindar dari berbagai tekanan sosial tersebut. Sehingga bisa dikatakan fenomena ini seperti bentuk protes diam-diam terhadap budaya kerja keras yang melelahkan (burnout) dan kondisi pasar kerja yang semakin sulit.
“Ini adalah mekanisme penanganan pasif setelah mengalami kemunduran. Mereka mengurangi kontak sosial dan menyederhanakan hidup mereka untuk pulih,” jelasnya.
Zhang sendiri tidak memandang fenomena ini buruk, karena pada akhirnya setiap orang berhak untuk merasa bahagia dan menghilangkan stres dengan caranya masing-masing.
Namun di saat yang bersamaan ia juga memperingatkan bahwa menjadi orang yang seperti tikus tidaklah berkelanjutan. Sebab tanpa pemasukan hingga kontak sosial, pada akhirnya mereka tidak akan bisa menghidupi dirinya sendiri.
“Setelah beristirahat sejenak, penting untuk terhubung kembali dengan apa yang Anda cintai dan terlibat aktif dalam kehidupan lagi,” jelas Zhang.