Kementerian Koperasi (Kemenkop) bersama PT Agrinas Palma Nusantara tengah menggodok skema pengelolaan perkebunan kelapa sawit oleh Koperasi Desa Merah Putih. Lahan sawit yang akan dikelola merupakan perkebunan sawit ilegal yang disita pemerintah.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai langkah tersebut akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama kelompok tani yang memegang lahan sawit. Untuk itu, pengusaha mengingatkan pemerintah agar kebijakan tersebut dilakukan secara hati-hati.
“Sekarang yang mengelola sawit mayoritas itu sudah ada pemiliknya, mayoritas oleh masyarakat. Kalau perusahaan mungkin nggak apa-apa diambilalih, tapi bagaimana masyarakat? Karena masyarakat itu (kepemilikan lahan sawit) bisa lebih dari 800 ribu (ha), dari 3 juta ha (yang akan diambilalih pemerintah),” kata Dewan Pakar Hukum Gapki Sadino ditemui usai rapat tertutup dengan Komisi IV DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/11/2026).
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Saat ini saja, menurut dia telah terjadi banyak perebutan lahan sawit di masyarakat. Jadi jika pengambilalihan lahan sawit oleh pemerintah kemudian diserahkan kepada Kopdes Merah Putih, maka akan terjadi perpecahan di masyarakat pemilik lahan.
“Sekarang banyak rebutan kebun. Yang paling banyak sekarang di Riau, di Jambi, di Kalimantan Tengah, di Sumatera Utara. Kalau nanti pada saat diambilalih, apalagi ada indikasi sudah diambil oleh negara, biasanya itu masyarakat. Apalagi yang tadi adalah mitranya perusahaan yang diambilalih, pasti dia akan juga mempertahankannya,” ucapnya.
Dalam rapat tertutup dengan Komisi IV DPR, pengusaha mengeluhkan terkait dengan legalitas yang telah dimiliki oleh pelaku usaha atas lahannya, namun harus berkutat dengan pengambalihan yang dilakukan pemerintah.
Padahal, untuk mengembangkan lahan sawit, pengusaha telah memiliki berbagai izin, mulai dari kajian, izin lokasi dari pemerintah daeah, pertimbangan teknis dari kantor pertanahan, Izin Usaha Pertambangan (IUP), izin lingkungan dan lain sebagainya.
Kemudian, jika lahan itu berada di kawasan hutan maka terdapat izin pelepasan dan Hak Guna Usaha (HGU). Jika tidak dikawasan hutan, maka kedua izin itu tidak diperlukan.
“Nah, setelah pelepasan terbitlah HGU, jika kawasan hutan. Nah, kalau tidak ada kawasan hutan, kan tidak diperlukan pelepasan. Jadi salah seolah-olah ada HGU kan belum ada pelepasan. Dicek dulu. Apalagi yang tahun zaman dulu, di Sumatera Utara itu zaman sebelum kemerdekaan. Kawasan hutan aja ada baru ditunjuk-tunjuk aja itu baru tahun 1982,” jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Koperasi (Kemenkop) bersama PT Agrinas Palma Nusantara tengah menggodok skema pengelolaan perkebunan kelapa sawit oleh Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP). Adapun perkebunan sawit tersebut merupakan perkebunan sawit ilegal hasil sitaan pemerintah.
Sekretaris Kementerian Koperasi (Seskemenkop), Ahmad Zabadi, mengatakan Agrinas akan menjadi inti dari pengelolaan tersebut. Sementara KDMP akan bertugas sebagai plasmanya.
“Secara umum konsepnya adalah Agrinas Palma akan menjadi semacam inti, nanti koperasi-koperasi itu akan berperan sebagai plasmanya. Jadi pendekatannya pendekatan inti plasma seperti yang sudah berjalan, tetapi dengan pengelolaan yang secara teknis (sedang dibahas),” ujar Ahmad, dalam acara Forum Redaksi Bersama Kementerian Koperasi di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Kemenkop tengah menjalin koordinasi intensif dengan Agrinas dalam rangka perumusan model dan desain dari pengelolaan perkebunan-perkebunan tersebut nantinya.






