Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (GAPASDAP) menyampaikan penyebab kemacetan di penyeberangan kapal feri di sejumlah lintas penyeberangan. Menurut Ketua Umum DPP GAPASDAP Khoiri Soetomo, gangguan operasional terjadi dalam beberapa hari terakhir, khususnya di lintasan Merak-Bakauheni.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Ia menilai peristiwa itu dipicu oleh kombinasi cuaca ekstrem, uji coba sistem SPB online melalui Inaportnet, serta peningkatan volume kendaraan barang menjelang periode libur Natal dan Tahun Baru 2025/2026.
“Keterlambatan sandar, antrean panjang, dan gangguan lalu lintas di pelabuhan penyeberangan pada masa peak season bukan disebabkan oleh kekurangan kapal, melainkan faktor masalah struktural yang selama ini diabaikan, yaitu keterbatasan jumlah, kapasitas, dan kualitas dermaga pelabuhan penyeberangan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (22/12/2025)
Ia membeberkan kronologi kemacetan yang terjadi. Pada 17-19 Desember, cuaca buruk berdampak langsung pada keselamatan pelayaran dan memicu antrean kendaraan hingga 4 kilometer (km). Pada 19 Desember, kendaraan barang dialihkan ke Pelabuhan Ciwandan dan Pelabuhan Bandar Bakau Jaya (BBJ) sesuai kebijakan bersama.
Pada 20 Desember, justru terjadi penumpukan parah di Pelabuhan BBJ, sehingga kendaraan harus menunggu hingga dua hari untuk dapat menyeberang. Di saat yang sama, banyak truk tetap bergerak menuju Merak sehingga diterapkan pengaturan buka-tutup yang beberapa kali berubah.
“GAPASDAP menegaskan bahwa armada kapal dalam kondisi siap dan tersedia, bahkan didukung oleh sekitar 70 kapal Ro-Ro berukuran di atas 5.000 GT. Tidak banyak kapal yang menunda pelayaran secara sengaja. Keterlambatan lebih disebabkan oleh keterbatasan sandar, kapasitas dermaga, serta dinamika pengaturan kendaraan di darat,” terangnya.
Yang kerap dilupakan oleh para pengambil keputusan, lanjut Khoiri, Pelabuhan Merak-Bakauheni memiliki 7 pasang dermaga yang sangat kompatibel dengan kapal Ro-Ro, serta merupakan titik temu langsung jaringan Tol Trans Jawa dan Trans Sumatra.
“Namun ironisnya, pada masa peak season, Merak-Bakauheni justru tidak dijadikan pelabuhan utama. Seharusnya seluruh strategi nasional tetap berorientasi pada Merak-Bakauheni sebagai pelabuhan utama, sementara BBJ dan Ciwandan difungsikan sebagai pelabuhan bantuan, bukan sebaliknya,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa seluruh Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera bermuara ke pelabuhan penyeberangan. Setiap penambahan kapasitas tol tanpa diimbangi penambahan dan penguatan dermaga sama artinya dengan menciptakan bom waktu kemacetan di pelabuhan penyeberangan.
“Jika masukan ini terus diabaikan, maka ledakan kemacetan berskala besar di pelabuhan penyeberangan hanya tinggal menunggu waktu,” jelas Khoiri.
Untuk solusi jangka panjang, Khoiri telah mengusulkan langsung kepada pemerintah. Pertama, membangun breakwater dan kolam pelabuhan di pelabuhan penyeberangan strategis guna menahan arus dan gelombang, sehingga proses sandar dan bongkar muat tidak selalu lumpuh saat cuaca buruk.
Sebagai contoh, Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Aceh, yang dibangun BRR pasca tsunami, terbukti tetap operasional karena memiliki kolam pelabuhan yang terlindungi. Kedua, menetapkan proyek pembangunan dan penguatan dermaga penyeberangan Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), mengingat kedua lintasan ini merupakan urat nadi penghubung Pulau Jawa-Sumatra dan Jawa-Bali.
“Karena tingkat strategisnya sangat tinggi dan menyambung langsung jaringan tol nasional, maka pembangunan dermaga, kolam pelabuhan, dan breakwater di dua lintasan ini harus dikawal langsung oleh Presiden, agar tidak lagi dilupakan atau dikesampingkan,” jelasnya.
Saksikan Live DetikSore:
