Pengusaha Minta Ini ke Pemerintah buat Basmi Truk Obesitas

Posted on

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) merespons rencana pemerintah menerapkan aturan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL). Pengusaha pun memberikan sejumlah usulan terkait kebijakan tersebut.

Sekretaris Jenderal Aptrindo Agus Pratiknyo menyebut, pertama, mengatur dari sisi hulu. Dia mengatakan kebijakan truk ODOL telah bergulir sejak 2017. Dari kurun waktu tersebut, pihaknya telah mengusulkan agar sisi hulu atau si pengguna jasa alias pemilik barang juga ikut diatur.

Selama ini, menurut dia, aturan Zero ODOL hanya menyasar sisi hilir saja. Padahal sisi hulu ikut berperan andil dalam kelebihan muatan.

“Kami ini kan pemilik kendaraannya, tukang ojeknya kan. Nah, kami ini disuruh mengantar kemana kan terserah daripada yang order. Nah betul kan? Ya. Makanya hulunya ini harus diatur. Kalau ODOL, batasannya adalah jumlah berat yang diizinkan. Kalau muatannya yang diizinkan ya diatur mereka (hulu). Kalau sampai overload, ya mereka juga harus kenakan sanksi bukan hanya pengangkutnya saja,” terang Agus kepada detikcom, Rabu (14/5/2025).

Kedua, pengawasan harus lebih ketat. Agus menilai dari segi pengawasan, pemerintah masih lemah karena sebagian besar masih menggunakan Sumber Daya Manusia (SDM).Menurut dia, hal inilah yang menyebabkan adanya pungutan liar (pungli).

Untuk itu, dia mengusulkan agar pemerintah memanfaatkan teknologi untuk mengawasi dari hulu hingga hilir. Dengan begitu, pemerintah lebih mudah mengawasi apabila terjadi pelanggaran.

“Pengawasan selama ini kan masih menggunakan lebih banyak itu, didominasi menggunakan SDM, orang. Nah, ini yang juga menimbulkan masalah baru, yaitu adalah pungli. Seperti kalau kita bicara masalah overdimensi. Overdimensi kan itu kan masalah ukuran-ukuran kendaraan. Berarti kan nanti di tempat uji KIR, ya kan? Nah kalau overload, pembuktiannya adalah timbangan. Nah sebisa mungkin itu pemerintah sudah menggunakan teknologi,” jelas Agus.

Agus membeberkan aturan zero ODOL ini berdampak pada pengusaha truk dari segi pesanan. Banyak penggguna jasa yang beralih ke pengusaha truk lain yang mau menerima pesanan mereka. Hal inilah, menurut Agus, masih menjadi salah satu tantangan.

Di sisi lain, Agus juga menyoroti angkutan merupakan salah satu penentu harga eceran barang di tingkat konsumen. Dia memperkirakan aturan zero ODOL ini juga dapat berpengaruh pada harga barang yang dapat mengerek inflasi.

“Coba bayangkan kalau kita itu suruh muat, biasanya dimuat 25 ton, tiba-tiba harus muat 10 ton. Apakah tidak terpengaruh harga ecerannya. Apa yang kita konsumsi, apa yang kita pakai saat ini itu kan atas perjuangan para pengusaha dan para pelakunya sama sopir. Coba kalau kita itu dibeneran 10 ton, suruh muat, apakah sanggup? Inflasi, ya memang harga akan naik ya, ya ibaratnya tadi,” tambah Agus.

Kendati demikian, pihaknya tidak menolak aturan tersebut. Dia hanya berharap pemerintah mengatur dari sisi hulu hingga hilir.

“Intinya bahwa penanganan zero ODOL ini harus komprehensif ya dari hulu sampai ke hilir. Kami ini adalah hilir saja gitu loh. Kalau mau sukses, hulunya juga diatur,” imbuh Agus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *