Pengusaha tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) angkat bicara mengenai penetapan upah minimum provinsi (UMP) Jakarta 2026. UMP Jakarta naik sebanyak 6,71% atau Rp 333 ribu menjadi Rp 5,72 juta.
Penetapan UMP ini menggunakan alpha 0,75. Alpha sendiri merupakan salah satu acuan dalam formula penetapan UMP.
Dikutip dari Instagram Kementerian Ketenagakerjaan, alpha merupakan indeks tertentu yang ditentukan oleh Dewan Pengupahan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan pekerja/buruh dan perusahaan, perbandingan antara upah minimum dengan kebutuhan hidup layak (KHL) dan faktor lain yang relevan dengan kondisi ketenagakerjaan.
Dalam penetapan UMP Jakarta, Pemerintah Provinsi Jakarta menyatakan, pengusaha meminta alpha maksimal 0,55. Sementara, buruh meminta alpha di atas 0,9.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, penetapan UMP Jakarta dengan menggunakan alpha 0,75 dirasa cukup tinggi. Menurutnya, pilihan tersebut perlu dicermati secara hati-hati.
“Penetapan kenaikan UMP DKI Jakarta 2026 dengan penggunaan alpha 0,75 berada pada level yang cukup tinggi. Pilihan alpha tersebut perlu dicermati secara sangat hati-hati karena tidak seluruh sektor usaha saat ini berada dalam kondisi yang cukup kuat untuk menyerap tambahan biaya, khususnya sektor padat karya yang masih menghadapi tekanan permintaan, biaya operasional, dan ketidakpastian ekonomi,” paparnya kepada detikcom, dikutip Kamis (25/12/2025).
Dia menjelaskan, dunia usaha sejak awal mendorong agar penggunaan alpha dilakukan secara proporsional dan berbasis kondisi riil dan daya saing daerah, tingkat penyerapan tenaga kerja, angka pengangguran, struktur industri, serta kemampuan dunia usaha. Pihaknya memandang bahwa upah minimum seharusnya ditempatkan sebagai batas bawah atau jaring pengaman. Sehingga, perusahaan yang memiliki keterbatasan kemampuan tetap dapat menjalankan usaha dan mempertahankan tenaga kerja.
“Sementara itu, perusahaan yang memiliki kapasitas dan kinerja yang lebih baik dapat menetapkan upah di atas upah minimum melalui mekanisme dialog bipartit, dengan mempertimbangkan produktivitas dan kondisi usaha. Pendekatan ini penting untuk menjaga inklusivitas pasar kerja dan mencegah semakin menyempitnya ruang kerja formal,” terangnya,
Dia bilang, dalam konteks keberlanjutan kebijakan, pihaknya juga menilai penting untuk mencermati keselarasan antara kenaikan upah dan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja. Ia menjelaskan, dalam lima tahun terakhir produktivitas tenaga kerja tercatat tumbuh di kisaran 1,5 hingga 2% per tahun. Sementara kenaikan upah minimum berada pada rentang 6 hingga 10% per tahun.
“Ketidaksinkronan ini perlu menjadi perhatian bersama agar kebijakan pengupahan tidak menimbulkan tekanan struktural terhadap dunia usaha,” katanya,
Shinta melanjutkan, kenaikan upah yang tidak selaras dengan pertumbuhan produktivitas berpotensi menimbulkan tekanan biaya, yang pada akhirnya dapat mendorong kenaikan harga maupun tekanan efisiensi tenaga kerja. Dalam kondisi tersebut, setiap tambahan beban biaya perlu diantisipasi karena berisiko menimbulkan tekanan lanjutan terhadap operasional perusahaan apabila tidak disertai langkah mitigasi yang memadai.
“Pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan pembinaan dan dukungan kepada perusahaan yang menghadapi keterbatasan kemampuan, termasuk melalui kebijakan insentif daerah dan fasilitasi lainnya, guna mencegah langkah efisiensi yang berujung pada PHK,” katanya.






