Rencana pemerintah membentuk aturan khusus soal transportasi online disambut positif para pengemudi. Mereka berharap beleid baru itu bisa memperbaiki kesejahteraan, terutama lewat pengurangan potongan biaya aplikasi dan kejelasan status kerja.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono, mengatakan pengemudi ingin ada skema bagi hasil yang lebih adil. Ia mengusulkan pembagian hasil 90% untuk pengemudi dan 10% untuk aplikator.
“Yang kami harapkan ada di dalam Perpres yang paling utama adalah skema bagi hasil 90% untuk pengemudi ojek online, dan komisi untuk aplikator maksimal 10%,” ujar Igun saat dihubungi, Senin (27/10/2025).
Senada, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menilai perlu regulasi tegas agar platform tidak lagi menerapkan potongan berlebihan dan skema yang memberatkan pengemudi.
“Selama ini platform justru berlomba-lomba memeras pengemudi dengan potongan tinggi hingga 70% dan berbagai skema tarif hemat. Akibatnya, pengemudi bekerja 12-18 jam per hari dengan penghasilan rendah,” ujarnya.
Selain soal potongan, pengemudi juga menuntut kejelasan status kerja. Status kemitraan dinilai membuat posisi pengemudi lemah dibanding perusahaan aplikasi. Igun menilai status kemitraan perlu diperkuat agar pengemudi memiliki posisi setara, sementara Lily meminta pemerintah menetapkan pengemudi sebagai pekerja, bukan mitra.
Tak hanya itu, pengemudi juga mendorong adanya perlindungan sosial seperti subsidi iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, jaminan kecelakaan, serta fasilitas tunjangan layaknya pekerja formal, termasuk THR dan hak cuti.
“Kami sangat berharap Presiden Prabowo pro kepada pengemudi ojek online,” tutup Igun.






