Pemerintah akan membahas usulan larangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan tapioka. Pembahasan akan dilaksanakan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Kementerian Perdagangan, dan Kementerian/Lembaga terkait.
“Kemendag terbuka terhadap berbagai masukan dan evaluasi, khususnya dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian nasional dan daerah, serta situasi perdagangan dunia yang semakin dinamis,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Isy Karim, dalam keterangannya, Sabtu (10/5/2025).
Isy menjelaskan pembahasan pembatasan impor ini juga sejalan dengan amanah Peraturan Pemerintah (PP) 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, yang salah satunya mengatur kebijakan dan pengendalian terhadap kegiatan ekspor-impor barang dan jasa.
Aturan pengendalian impor maupun ekspor harus melalui rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.
Kementerian Perdagangan sendiri telah membahas usulan lartas ini secara internal. Menurut Isy, Kemenko Bidang Perekonomian akan melakukan pembahasan usulan lartas tersebut jika kondisi ekonomi global sudah kondusif.
“Kemenko Bidang Perekonomian menyampaikan, pembahasan akan dilakukan. saat kondisi ekonomi dunia semakin membaik,” urai Isy.
Isy menjelaskan, keputusan lartas tersebut nantinya akan dilakukan pada kesempatan pertama. Ia juga meyakini sejumlah pemangku kepentingan terkait importasi singkong akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
“Keputusan terkait lartas impor singkong dan tapioka itu juga tentunya dengan mempertimbangkan masukan dari para pemangku kepentingan terkait,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Indonesia diketahui kebanjiran singkong. Hal itu membuat harga komoditas tersebut anjlok di level petani hingga Rp 1.000/kilogram (kg).
Kondisi ini mencuat pada awal tahun 2025. Saat ini Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman akan menindak tegas importir singkong yang lebih memilih produk singkong dari luar daripada petani.
Amran meminta pelaku usaha untuk menyerap singkong dalam negeri. Sebab, pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto telah menekankan untuk melindungi dan menyejahterakan petani ataupun rakyat kecil.
“Mengimpor produk pangan dari negara lain lebih dari produk dalam negeri, diragukan patriotismenya. Tandanya itu mereka lebih sayang petani luar,” ungkapnya, dalam keterangannya, pada Jumat (24/1) lalu.
Respons ini diberikan Amran setelah mengetahui adanya aksi protes ribuan petani di Lampung kepada pabrik pengolahan tepung tapioka. Aksi protes tersebut dipicu oleh rendahnya harga singkong yang disinyalir karena adanya impor dari luar.
Mengutip dari detiksumbagsel, ribuan petani singkong berunjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Lampung karena harga singkong terus mengalami penurunan hingga di bawah Rp 1.000 per kilogram. Mereka meminta realisasi Surat Keputusan Bersama (SKB) Gubernur Lampung terkait standar harga singkong Rp 1.400 dan rafaksi maksimal 15 persen.
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Dasrul Aswin mengatakan kenyataan di lapangan masih banyak perusahaan yang membayar singkong di bawah Rp 1.000 dengan rafaksi 30 persen.
“SKB itu harus disertai kop gubernur, bukan surat gundul. Kami tahu dia (Pj Gubernur) Staf Ahli di pusat, tapi jauh hari kami sudah bilang akan datang ke Pemprov Lampung kalau sampai tanggal 11 Januari 2025 tidak ada realisasi, maka hari ini kami datang ke sini,” katanya, saat aksi Senin (13/1) lalu.