Pemerintah Bantah Rohana-Rojali Muncul Gegara Daya Beli Melemah

Posted on

Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah bahwa fenomena munculnya rombongan hanya nanya (rohana) dan rombongan jarang beli (rojali) berkaitan dengan kondisi melemahnya daya beli. Fenomena tersebut muncul sebagai bagian dari cara masyarakat RI berbelanja.

Pandangan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan kebiasaan orang Indonesia dalam berbelanja tersebut.

“Nggak (ada kaitannya dengan daya beli). Jadi kan kembali lagi, memang cara kita berbelanja itu berubah and there’s nothing wrong with that sebetulnya, bahwasannya ternyata ada datanya juga,” kata Dyah, ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/8/2025).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa transaksi di online retail dan marketplace meningkat 7,55% secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ). Menurut Dyah, data tersebut menjadi salah satu bukti pendukungnya.

“Nah, jadi intinya ada perubahan kita secara masyarakat. Kalau kita berkunjung ke mall itu tendensinya antara itu nonton bioskop, ataupun makan, kumpul dengan keluarga atau teman-teman. Jadi memang tempat untuk, bahkan to get rid of boredom. Kalau kita lagi bosan, kita ke mall. Kan kayak begitu,” jelasnya.

Meski demikian, Dyah menekankan, bukan berarti para rombongan tersebut sama sekali tidak berbelanja. Dalam hal ini, ada konsumen yang memiliki karakteristik berkeliling terlebih dahulu sebelum akhirnya membeli barang.

“Karakter konsumen itu berbeda-beda. Ada yang memang belanjanya langsung di mall, selagi mereka setelah makan mungkin, atau setelah ke bioskop, terus sebelum pulang belanja dulu, atau kebalikannya. Tapi ada juga di mana masyarakat memilih untuk berbelanja online. Secara online, platformnya sekarang juga sudah banyak sekali,” ujar dia.

Di samping itu, pemerintah mendukung para pengusaha untuk menggelontorkan berbagai diskon sebagai salah satu upaya untuk mendorong daya beli masyarakat. Salah satunya ialah gelaran Indonesia Shopping Festival (ISF) 2025 yang akan digelar dari tanggal 14 s.d 24 Agustus dengan diskon hingga 80%.

“Insyaallah, harapannya kita kan seperti itu (ISF bisa membantu meredam fenomena rojali dan rohana. Jadi pada intinya, kita harus berkolaborasi untuk mencarikan solusi terbaik,” kata Dyah.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja juga optimistis bahwa gelaran ISF 2025 dapat menekan fenomena rojali alias rombongan jarang beli yang selama ini diklaim marak di pusat perbelanjaan.

“Rojali dan rohana (rombongan hanya nanya) ini tidak perlu dikhawatirkan, nanti akan berkurang otomatis secara tidak langsung dengan acara ISF ini juga nanti berkurang,” kata Alphonsus.

Alphonsus sendiri mengakui, kondisi daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih. Hal ini tercermin dari pertumbuhan pengunjung mal yang masih di bawah ekspektasi. Hingga Juli 2025, pertumbuhan tercatat kunjungan baru sekitar 10% dibanding periode sama tahun sebelumnya.

“Sebetulnya tidak sesuai target (jumlah pengunjung). Jadi targetnya kita memang kan 20% lah kurang lebih, 20-30% begitu. Tapi kan sekarang hanya tercapai 10 persen. Jadi saya kira memang tetap tumbuh, tetapi kan tidak signifikan begitu,” ujarnya.

Meski demikian, menurutnya hal ini bukan hal baru. Sebab, fungsi pusat perbelanjaan telah bergeser menjadi ruang publik multifungsi yang mencakup hiburan, edukasi, dan interaksi sosial. Oleh karena itu, banyak pengunjung datang ke mal bukan untuk berbelanja, melainkan sekadar bersosialisasi maupun menikmati suasana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *