Negara ‘Ikhlas’ Kehilangan Rp 530 Triliun, Demi Apa?

Posted on

Kementerian Keuangan mencatat sepanjang 2025 terdapat sekitar Rp 530 triliun potensi penerimaan pajak yang direlakan pemerintah. Potensi penerimaan itu dengan sengaja tidak dipungut pemerintah sebagai bentuk insentif pajak untuk masyarakat.

“Ada stimulus lain yang biasanya luput dari perhatian masyarakat. Setiap tahun ada sejumlah angka pajak, angka penerimaan pajak yang tidak dipungut oleh pemerintah,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).

Sebagai contoh, Suahasil mengatakan pajak-pajak yang sengaja tak dipungut oleh pemerintah ini mulai dari pembebasan PPN (pajak penambahan nilai) untuk produk bahan pokok, pendidikan, dan kesehatan. Kemudian ada juga pembebasan bea masuk untuk barang tertentu, tax holiday, tax allowance, tax incentive, dan lain sebagainya.

“Jadi sebenarnya ada pajaknya, tapi pemerintah membuatkan aturan khusus, aturan tersendiri sehingga memang tidak dipungut. Ini kita sebut dengan belanja perpajakan,” terangnya.

“Itu semua adalah bentuk fasilitas perpajakan yang kita maksudkan uangnya biar tetap berputar di perekonomian,” jelas Suahasil lagi.

Khusus tahun ini, Suahasil mengatakan pemerintah memperkirakan pembebasan pajak sebesar Rp 530 triliun. Angka ini masih berupa estimasi, karena tahun fiskal 2025 masih berjalan.

“Ini estimasi 2025, karena 2025 belum selesai. Biasanya setelah tahunnya selesai kita finalkan lagi angkanya di tahun depannya. Karena kan berarti kegiatan ekonominya sudah selesai,” ucapnya.

Menurutnya sektor atau bidang usaha yang paling banyak menikmati insentif pajak ini adalah manufaktur dengan nilai estimasi Rp 137,2 triliun sepanjang 2025. Kemudian disusul sektor pertanian dengan estimasi sebesar Rp 60,5 triliun.

Di luar itu masih ada sektor perdagangan yang menerima pembebasan perpajakan sebesar Rp 55,3 triliun, jasa lainnya Rp 53,5 triliun, jasa keuangan dan asuransi Rp 52,1 triliun, transportasi dan pergudangan Rp 39,7 triliun, jasa pendidikan Rp 25,3 triliun, serta konstruksi Rp 22,1 triliun.

“Menurut siapa yang menikmati agennya, rumah tangga itu menikmati kira-kira 55%. Ya mirip dengan kalau PDB kita konsumsi itu kan sekitar 55%, insentif pajaknya juga sekitar 55%. UMKM 18%, untuk dunia bisnis dan investasi ini cukup tinggi 25% kalau kita kombinasikan,” kata Suahasil.

“Kebijakan ini terus, ini bukan kebijakan sesaat, bukan hanya nungguin stimulus triwulan 1, triwulan 2, triwulan 3, ini jalan terus. Nah ini kita berharap bahwa akan menjadi dorongan juga, dimanfaatkan. Pakainya bagaimana? Pakaiannya adalah dengan menjalankan terus kegiatan ekonomi,” pungkasnya. negara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *