Pemegang polis asuransi atau nasabah bakal diwajibkan menanggung 10% biaya berobat. Skema pembagian risiko (co-payment) oleh asuransi kesehatan kepada nasabah bakal berlaku mulai 1 Januari 2026.
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo menilai penerapan pembagian risiko (co-payment) untuk produk asuransi tidak akan merugikan masyarakat karena ketentuan ini akan mengarah pada penurunan premi karena selama ini banyak klaim yang berlebihan atau overutilitas.
Untuk diketahui, kini asuransi kesehatan diwajibkan menerapkan pembagian risiko (co-payment) kepada pemegang polis atau nasabah 10% dari total pengajuan klaim biaya berobat. Untuk rawat jalan, batas maksimal yang harus dibayar sebesar Rp 300 ribu per pengajuan klaim, sedangkan rawat inap sebesar Rp 3 juta per pengajuan klaim.
Ketentuan ini tercantum dalam Surat Edaran (SE) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2026.
“Tidak merugikan sepanjang perusahaan asuransi menunjukkan komitmen pelayanan klaim yang lebih baik dan upaya penurunan premi sebagai kompensasi atas berlakunya tanggungan sendiri atau co-payment,” kata Irvan dalam keterangan tertulis, Rabu (11/6/2025).
Menurutnya, skema co-payment ini bisa membantu meminimalisir potensi penyalahgunaan atau fraud saat pengajuan klaim. Ia bilang, potensi moral hazard dan fraud yang bisa berasal dari berbagai pihak, termasuk perusahaan asuransi, rumah sakit, dokter, hingga pasien saat ini sangatlah tinggi.
“Ini akan mengurangi over utilization yakni penggunaan diagnosis medis dan pengobatan yang berlebihan dengan dalih mumpung ada asuransi,” katanya.
Irvan menambahkan, mekanisme co-payment ini juga tidak akan menurunkan minat masyarakat di tengah situasi biaya inflasi medis yang terjadi. Menurutnya, co-payment juga berfungsi sebagai premi tambahan manakala terjadi klaim saja. Untuk itu, Ia menekankan pentingnya edukasi kepada nasabah agar mereka paham bahwa skema co-payment merupakan bentuk pembagian risiko guna menjaga keberlanjutan layanan asuransi.
“Untuk menjaga sustainability asuransi dalam memberi pelayanan kepada nasabah. Karena premi bersifat biaya tetap (fix cost) sedangkan co-payment bersifat variable cost hanya saat terjadi klaim saja,” imbuh Irvan.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon mengatakan bahwa skema co-payment untuk produk asuransi kesehatan akan membuat tarif premi lebih terjangkau bagi masyarakat.
Budi menilai bahwa skema co-payment diperlukan untuk menahan laju kenaikan premi. Tanpa skema ini, lonjakan biaya kesehatan akan membuat premi terus naik dan menjadi beban tambahan yang tidak terjangkau oleh banyak pihak.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Kalau kita percaya bahwa apa yang terjadi belakangan ini memberatkan masyarakat, klaim naik. Klaim naik itu pasti memberatkan kami, tapi at the end of the day, akan memberatkan masyarakat ketika harus membayar klaim ini,” tegas Budi.
Tonton juga Video: Skema Bantuan Asuransi Swasta Untuk Pembiayaan BPJS