Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyindir ulah International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional terhadap turunnya lifting minyak Indonesia. Menurut Bahlil, IMF punya andil terhadap kondisi lifting minyak Indonesia saat ini.
Bahlil menjelaskan, tahun 1996-1998 merupakan puncak lifting minyak Indonesia yang mencapai 1,5 juta sampai 1,6 juta barel per hari. Sementara konsumsi dalam negeri hanya 500 ribu barel per hari sehingga sisanya diekspor ke luar negeri.
“Tahun 1996-1997 itulah puncak lifting kita yang luar biasa, di mana kita mampu memproduksi minyak kurang lebih sekitar 1,5 sampai 1,6 juta barrel per day. Konsumsi kita hanya kurang lebih sekitar 500 ribu barrel per day, ekspor kita 1 juta barrel. Dan itulah kemudian negara kita menjadi negara OPEC,” kata Bahlil dalam Human Capital Summit di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2025).
Namun krisis ekonomi pecah tahun 1998. Lembaga internasional, termasuk IMF, menawarkan berbagai paket kebijakan yang mulanya dianggap sebagai obat.
Kaitannya dengan lifting minyak, kata Bahlil, IMF merekomendasikan untuk mengubah undang-undang minyak dan gas (migas). Bahlil menuding hal itulah yang membuat lifting minyak Indonesia turun. Namun, Bahlil tidak memberikan penjelasan secara detil.
“Berbagai paket kebijakan ekonomi dari lembaga-lembaga yang kita yakini waktu itu seperti dokter yang ahli, salah satunya IMF, merekomendasikan salah satunya adalah perubahan sistem undang-undang migas. Apa yang terjadi? Lifting kita mulai dari situ turun terus,” ungkap Bahlil.
Kini lifting minyak Indonesia tercatat hanya 580 ribu barel per hari pada tahun 2024, sementara konsumsinya tembus 1,6 juta per hari. Oleh karena itu, Indonesia harus impor untuk memenuhi kebutuhan.
“Jadi kondisi tahun 1996-1997 di mana kita ekspor 1 juta barel dan di 2024 kita impor 1 juta barel. Ini adalah hasil analisa dokter yang namanya IMF pada saat krisis tahun 1998,” sebut Bahlil
“Untuk urusan ini kita boleh percaya asing karena mereka adalah negara hebat. Tapi di balik kepercayaan yang kita kuat kita juga harus ikhtiar. Tidak semua obat yang diberikan itu untuk kebaikan kesembuhan dari penyakit kita. Dan ini sudah terjadi kita rasakan sekarang ini,” tutup Bahlil. Menteri ESDM