Mau Genjot Ekonomi, Pemerintah Diminta Jaga Produk Lokal dari Serbuan Impor

Posted on

Arus impor yang tidak terkendali bisa jadi rintangan besar untuk mewujudkan target ambisius pemerintahan Prabowo Subianto dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8%.

Ketua Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII) Sripeni Inten Cahyani mengharapkan pemerintah untuk lebih serius dalam melindungi dan menghidupkan industri nasional, khususnya di sektor strategis seperti industri kimia dan petrokimia. Menurut Sripeni, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak bisa dilepaskan dari kontribusi sektor industri hulu dan hilir yang kuat dan mandiri, khususnya industri kimia serta kemampuan komsumsi masyarakat.

Saat ini diperlukan kebijakan jangka pendek untuk melindungi industri yang sudah ada agar mampu bertahan dan tumbuh sehingga menghindarkan PHK karyawan yang akan berdampak pada menurunnya kemampuan konsumsi masyarakat.

“Diharapkan dukungan pemerintah agar industri eksisting mampu melakukan upgrade teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan sehingga meningkatkan daya saing produksinya secara global serta meningkatkan kapasitas produksinya,” kata Sripeni dalam keterangannya, Minggu (1/6/2025).

Bahkan, tak jarang industri yang sudah berjalan justru dimatikan. Hal itu terjadi menurutnya banyak terjadi pada industri tekstil, padahal Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekosistem lengkap selain India dan China.

Sripeni menyoroti bahaya laten dari praktik impor yang dibiarkan tanpa kontrol. Masuknya barang-barang impor, terutama yang berasal dari jalur tidak resmi atau dengan harga dumping, menjadi ancaman serius bagi kelangsungan industri dalam negeri.

Menurutnya, rencana pemerintah untuk menaikkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk partially oriented yarn-drawn textured yarn (POY-DTY) adalah langkah tepat. Pihaknya mengusulkan agar kebijakan ini segera dilakukan.

“Pak Prabowo punya cita-cita mulia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dan swasembada nasional. Tapi itu tidak akan tercapai kalau industrinya tidak hidup. Jangan sampai yang sudah hidup malah dimatikan, sementara yang baru malah dikasih karpet merah,” ujar Sripeni.

Menurutnya impor harus dikontrol agar industri lokal dapat terus hidup. Bahaya mengintai bagi ekonomi Indonesia apabila industri dibiarkan mati karena serbuan produk impor.

“Kalau impor terus dibiarkan tanpa kontrol, industri lokal akan mati. Dan kalau industri ini mati, masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah, tidak punya pilihan. Mereka kehilangan sumber penghidupan. Di sisi lain, orang-orang berpendidikan tinggi pun akan kehilangan prospek kerja,” jelas Sripeni.

Produksi lokal yang kuat akan mendorong proyek-proyek industri seperti pabrik petrokimia dan kilang untuk naik status dari tahap perencanaan atau penjajakan awal (prometer) menjadi komersial. Jika sudah mencapai tahap ini, proyek tersebut mulai memberikan dampak nyata pada ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, hingga pengurangan defisit neraca perdagangan.

Tentu secara paralel, pemerintah juga didorong untuk mengajak investor baru yang bisa memperkuat rantai nilai industri nasional. Ini termasuk investasi di sektor hilirisasi industri kimia berbasis sawit, mineral, dan migas dengan tujuan utama substitusi impor serta menghasilkan produk-produk bernilai tambah untuk kebutuhan rantai pasok industri lanjutan.

Sripeni pun menyebut bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebenarnya telah menunjukkan komitmen dengan mendukung pengendalian impor ilegal dan mendorong penerapan instrumen perlindungan seperti safeguard dan antidumping.

Bahkan, langkah administratif sudah dilakukan dengan menyurati Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian agar langkah-langkah tersebut diimplementasikan lebih efektif.

Namun, menurutnya, dukungan semacam itu harus ditindaklanjuti dengan kebijakan tegas dan koordinasi lintas kementerian agar industri nasional tidak hanya bertahan, tetapi bisa tumbuh dan bersaing secara global.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *