Laba PTBA Anjlok 59% di Semester I 2025, Ini Biang Keroknya

Posted on

Laba anggota holding tambang MIND ID, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), merosot tajam pada semester I 2025. Perseroan membukukan laba Rp 833,04 miliar, anjlok 59% dibanding Rp 2,03 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Dari sisi pendapatan, PTBA mencatat kenaikan 4,12% menjadi Rp 20,45 triliun dari Rp 19,64 triliun pada semester I 2024. Namun, beban pokok pendapatan ikut membengkak menjadi Rp 18,20 triliun dari Rp 16,23 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Akibatnya, laba bruto PTBA turun menjadi Rp 2,24 triliun dari sebelumnya Rp 3,40 triliun. Perseroan juga mencatat kenaikan liabilitas menjadi Rp 22,89 triliun dengan posisi ekuitas sebesar Rp 19,78 triliun.

Meski laba menurun, manajemen tetap optimistis dapat menjaga kinerja dan komitmen terhadap pemegang saham. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PTBA, Una Lindasari, meminta pemegang saham untuk berdoa agar harga batu bara segera pulih.

“Mungkin yang bisa kami jawab saat ini adalah kita sama-sama berdoa saja, mudah-mudahan harga batu bara lebih tinggi lagi supaya profit kami tetap terjaga. Tapi untuk saat ini, kami tetap akan berusaha supaya tidak mengecewakan,” ujar Una dalam Public Expose Live, Kamis (11/9/2025).

Sebelumnya, PTBA telah menyepakati pembagian dividen tahun buku 2024 sebesar Rp 3,82 triliun atau 75% dari laba bersih. Sisanya, Rp 1,27 triliun dicatat sebagai saldo laba yang belum dicadangkan. Keputusan ini diambil dalam RUPS PTBA di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (12/6/2025).

Penyebab Anjloknya Laba PTBA

Una mengungkapkan, penurunan kinerja disebabkan oleh harga batu bara yang anjlok tajam. Selain itu, kinerja keuangan PTBA tertekan oleh Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 72 dan Kepmen ESDM Nomor 268 mengenai pedoman penetapan harga patokan untuk penjualan komoditas mineral logam dan batu bara.

Harga batu bara global memang tengah melemah. Indeks ICI-3 turun 14% secara tahunan, dari US$ 75,89 menjadi US$ 65,15 per ton. Sementara indeks Newcastle merosot 22%, dari US$ 130,66 menjadi US$ 102,51 per ton.

“Revenue dengan kenaikan jumlah produksi dan jumlah penjualan naik 20,45%, sementara profit turun 59%. Hal ini disebabkan harga batu bara turun dan kenaikan stripping ratio. Harga penjualan rata-rata ada di Rp 930 ribu per ton, turun 4% dibandingkan semester I 2024,” jelas Una.

Selain harga yang turun, PTBA juga mengalami kenaikan cash cost sekitar 3%. Hal ini dipicu oleh kenaikan royalti, harga bahan bakar karena transisi ke B40, serta biaya transportasi yang naik 4% setiap tahun.

“Yang pertama adalah naiknya royalti, yang kedua naiknya fuel karena kita mulai menggunakan B40 sebagai bahan bakar, dan yang berikutnya adalah kenaikan biaya transportasi sesuai kontrak dengan PT KAI yang menggariskan kenaikan 4% setiap tahunnya,” tambahnya.

Di sisi operasional, PTBA mencatat kenaikan produksi batu bara hampir 57% pada kuartal II 2025 dibanding kuartal sebelumnya. Dibanding semester I 2024, produksi naik sekitar 16%. Stripping ratio juga meningkat dari 5,9 menjadi 6,17, dan diperkirakan mencapai 6,49 hingga akhir 2025 seiring pembukaan tambang baru untuk mendapatkan kadar batu bara yang lebih tinggi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *