Komisi V DPR RI menyoroti aksi demonstrasi yang digelar oleh para pengemudi atau driver ojek online (ojol) dan taksi online. Diperkirakan, kerugian yang ditimbulkan imbas aksi tersebut mencapai Rp 188 miliar.
Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus mengatakan data tersebut mengutip dari prediksi penelitian Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS). Nilai Rp 187,95 miliar tersebut merupakan perkiraan potensi nilai transaksi yang terdampak demo pada hari itu.
“Potensi nilai transaksi yang terdampak mencapai sekitar Rp 187,95 miliar, dari total gross transaction value (GTV) sepanjang 2024 yang diperkirakan mencapai Rp1 35 triliun,” kata Lasarus dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan driver aplikasi transportasi online di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/5/2025).
Menurutnya, kondisi ini menggambarkan seberapa besar pentingnya peran para mitra ojol dalam kegiatan ekonomi sehari-hari, khususnya di daerah urban Jakarta dan sekitarnya.
Sementara itu, Lasarus juga menyinggung kajian atas hasil survei yang pernah dirilis oleh Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Berkasi yang menjaring 2.655 responden masyarakat pengguna ojek online dan 2.016 responden mitra ojek online.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Di dalamnya disebutkan, sebagian besar masyarakat pengguna jasa ojol dari rumah 70,62% dan ke tempat kerja 29,57%. Jarak tempuh terjauh 4-8 km adalah sebesar 41,24% dan dengan maksud menggunakan untuk bekerja atau berbisnis 57,74%.
Dari sisi pendapatan yang diperoleh pengemudi per harinya ditemukan hampir sama dengan biaya operasionalnya, terbanyak rata-rata pendapatan per hari Rp 50.000-Rp 100.000 50,10% dan biaya operasional per hari terbanyak kisaran Rp 50.000-Rp 100.000 44,10%.
Lalu, jumlah pengemudi yang mengaku jarang mendapatkan bonus dari aplikator sebesar 52,08% dan sebagian besar 37,40% menyatakan tidak pernah mendapatkan bonus dari aplikator. Bahkan, 75,79% menyatakan jarang mendapatkan tip dari penumpang.
Lasarus mengatakan, sejumlah pengamat mengutarakan bahwa demonstrasi dari para driver ojol dan taksi online yang terjadi hampir setiap tahun mencerminkan masih terdapat ketimpangan realisasi antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikator.
“Hingga hari ini tanggal 21 Mei 2025 dari sejumlah aspirasi yang dihimpun Komisi V DPR RI, driver transportasi online masih mengeluhkan ketidakadilan yang terjadi dan memicu gelombang demonstrasi dari waktu ke waktu,” ujarnya.
Lasarus mengatakan, pihaknya juga telah menerima detail dari aduan para driver pada aksi kemarin. Pertama, tuntutan untuk memberikan sanksi tegas kepada aplikator yang melanggar Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 12 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) KP No. 1001 Tahun 2022.
Lalu yang kedua, penetapan batas potongan maksimal sebesar 10% dari pendapatan mitra pengemudi oleh perusahaan aplikator. Hal ini menggantikan aturan saat ini yang dinilai kerap dilanggar hingga mendekati 50% hingga tuntutan untuk merevisi sistem penumpang.
Selaras dengan kondisi ini, DPR berencana untuk segera menggodok UU khusus angkutan online. UU tentang angkutan online ini nantinya tidak hanya akan dibahas oleh Komisi V saja dan perlu melibatkan stakeholder lainnya.
“Kami sudah mendapat perintah dari pimpinan DPR untuk segera memulai pembahasan undang-undang angkutan online,” kata Lasarus.
Simak juga Video: 25 Perwakilan Ojol Audiensi di Kemenko Polkam, Ini Hasilnya