Wacana penurunan potongan komisi aplikasi transportasi online dari 20% menjadi 10% mendapat penolakan dari pelaku industri. Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (ORASKI) menyatakan bahwa kebijakan tersebut justru berpotensi merugikan pengemudi.
Ketua Umum ORASKI, Fahmi Maharaja, menilai penurunan komisi tidak akan memberikan manfaat nyata bagi para pengemudi. Menurutnya, skema ini bisa berdampak pada kenaikan tarif layanan ke konsumen dan pada akhirnya menurunkan jumlah pengguna aplikasi.
“Berkurangnya potongan aplikasi tidak akan membawa maslahat bagi driver online karena dengan berkurangnya potongan aplikasi, output-nya adalah semakin tingginya tarif terhadap konsumen dan otomatis pendapatan driver akan menurun akibat berkurangnya pengguna aplikasi karena pindah ke layanan lain,” ujar Fahmi dalam keterangan tertulis, Senin (19/5/2025).
Fahmi juga menyebut wacana komisi 10% bisa menjadi preseden buruk bagi ekosistem angkutan sewa khusus yang selama ini tumbuh secara mandiri tanpa sokongan subsidi dari pemerintah.
Daripada merevisi skema komisi, Fahmi mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan melalui bentuk subsidi, seperti insentif pajak atau pelatihan pengemudi.
“Pemerintah seharusnya justru memberikan subsidi dan melindungi kepentingan bisnis transportasi online dengan cara memberikan subsidi penghapusan PPN dan PPh dalam pembelian unit, potongan pajak pembelian sparepart, bantuan untuk edukasi driver, seperti yang pemerintah berikan terhadap taksi konvensional,” jelasnya.
Sebelumnya, wacana pemotongan komisi aplikasi menjadi 10% disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian Napitupulu. Politisi PDIP itu menyatakan bahwa usulan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pengemudi transportasi online dan akan dibahas lebih lanjut dengan kementerian terkait seperti Kemenhub, Kemenaker, KemenKopUKM, hingga Kominfo.