Kisah Dua Nelayan Perempuan Maluku-Papua Sukses Bangun Bisnis Olahan Ikan

Posted on

Pekerjaan sebagai nelayan indentik dengan laki-laki. Namun, stereotip itu dipatahkan oleh cerita dua perempuan nelayan asal Maluku Tenggara dan Papua Barat yang berhasil menjadi nelayan, sekaligus membangun bisnis dan menggerakan ekonomi daerahnya.

Cerita pertama datang dari Sri Fany Mony. Dari ibu rumah tangga tanpa usaha ekonomi, Fany kini memimpin kelompok produktif yang menghasilkan beragam olahan ikan dan produk ecoprint.

Fany yang juga Ketua Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) Dullah Tama di Ohoi Watkidat, Maluku Tenggara berhasil menunjukkan transformasi signifikan dalam pemberdayaan perempuan pesisir.

“Pada 2025, kelompok Dullah Tama mencatat pendapatan Rp 44,1 juta, meningkat sekitar 16% dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok peremuan itu aktif membagikan praktik baik di tingkat nasional hingga internasional,” tulis keterangan resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rabu (24/12/2025).

Selain Sri Fany, perempuan nelayan inspiratif lainnya ialah Nova Theodora J.M. Essuruw, pendeta Protestan sekaligus Ketua Wilayah di Teluk Arguni, Kaimana, yang menghadirkan inovasi penting dalam pengelolaan sumber daya perikanan.

Melalui Kelompok Seraphim Bofuwer, Nova menginisiasi pemanfaatan ikan kakap cina, komoditas yang sebelumnya kerap disia-siakan karena hanya diambil gelembung renangnya, sementara daging ikan tidak dimanfaatkan secara optimal.

Di tangan Nova, kakap cina tersebut diolah menjadi berbagai produk pangan bergizi seperti abon ikan, sambal, kecap ikan, dan produk olahan lainnya yang memiliki nilai tambah ekonomi.

Inisiatif ini tidak hanya mengurangi pemborosan sumber daya perikanan, tetapi juga meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan membuka peluang pendapatan baru bagi perempuan pesisir.

Melalui jejaring pemasaran yang dibangun secara konsisten, produk Seraphim Bofuwer kini menjangkau pasar regional hingga Fakfak, Sorong, Timika, dan Jayapura. Kelompok ini juga meraih Juara 3 Festival Senja Indah Kaimana 2024 serta mendapatkan pendampingan BPOM sebagai orang tua asuh UMKM.

Sri Fany dan Nova dinilai berhasil menghadirkan perubahan nyata di wilayah pesisir, tidak hanya sebagai pelaku ekonomi, tetapi juga sebagai penggerak komunitas dan pelopor penerapan Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM).

Untuk itu dua perempuan itu berhasil meraih penghargaan sebagai perempuan inspiratif 2025 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dalam gelaran bertema “Perempuan Berdaya dan Berkarya, Menuju Indonesia Emas 2045”.

“Penghargaan ini menegaskan peran strategis perempuan dalam pembangunan nasional,” ujar Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif dalam siaran resmi.

Latif menjelaskan penghargaan ini diberikan melalui proses seleksi kolaboratif antara KemenPPPA dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan kepemimpinan perempuan, dampak sosial-ekonomi di tingkat komunitas, serta kontribusi terhadap pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan.

Kedua penerima penghargaan merupakan Champion CFI Indonesia, bagian dari Project GEF-6 CFI Indonesia-hibah kerja sama antara KKP dan WWF-US sebagai Global Environment Facility (GEF) Agency. Proyek ini berfokus pada penguatan tata kelola perikanan berkelanjutan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715, 717, dan 718 di Indonesia Timur.

Sementara, Project Manager CFI Indonesia, Adipati Rahmat Gumelar, menegaskan bahwa inisiatif Champion dirancang untuk memastikan keberlanjutan dampak program. Para Champion disiapkan sebagai agen perubahan yang mampu melanjutkan misi CFI, KKP, dan GEF, bahkan setelah proyek berakhir, melalui penguatan komunitas, pengembangan mata pencaharian alternatif, dan praktik perikanan berkelanjutan.

Sebagaimana diketahui, sejak dimulai pada Desember 2019 hingga 2026, Project GEF-6 CFI Indonesia telah menjangkau lebih dari 5.500 nelayan, dengan sekitar 32% di antaranya perempuan nelayan.

Program pemberdayaan mencakup pengembangan rantai pasok perikanan melalui pelatihan pengolahan hasil perikanan, kerajinan ecoprint, manajemen usaha, sertifikasi produk, penguatan merek, serta fasilitasi kemitraan dengan pasar modern. Produk kelompok binaan kini telah dipasarkan di lebih dari 10 jaringan ritel modern di Maluku dan Papua Barat.

Dalam kerangka CFI Indonesia, Champion adalah nelayan kecil terlatih yang berperan sebagai pelatih komunitas dan agen perubahan. Mereka dibekali keterampilan teknis, pengolahan hasil perikanan bernilai tambah, pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, serta penerapan praktik EAFM, sehingga berkontribusi langsung pada penguatan ekonomi biru berkelanjutan.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan pemberdayaan perempuan nelayan berkontribusi langsung pada ekonomi keluarga, pengurangan limbah sumber daya perikanan, serta penguatan ketahanan sosial-ekologis pesisir.

Dari wilayah pesisir hingga tingkat nasional, perempuan nelayan Indonesia semakin menegaskan perannya sebagai bagian penting dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Tonton juga video “Pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih Ditargetkan Rampung Akhir 2025”