Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) telah mencapai kesepakatan perdagangan. Indonesia menjadi salah satu negara yang mencapai kesepakatan lebih awal dengan mendapatkan diskon tarif dari 32% menjadi 19%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan salah satu dampak konkret tercapainya kesepakatan dagang antara Indonesia dan AS adalah mulai masuknya pesanan dari AS untuk produk unggulan Indonesia seperti tekstil, pakaian dan alas kaki.
“Salah satu dampak yang paling konkret adalah dengan diumumkannya oleh Presiden Trump di awal, maka order untuk produk tekstil, apparel, dan shoes sudah mulai jalan. Kalau itu tidak diumumkan, maka order ini tidak diberikan oleh mitra dagang di Amerika dan tentu ini bisa berakibat kepada pengurangan tenaga kerja atau PHK,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Rabu (23/7/2025).
Airlangga berharap penurunan tarif menjadi 19% akan memberikan dampak langsung terhadap peningkatan ekspor nasional, stabilitas industri padat karya, hingga perluasan akses pasar bagi pelaku usaha kecil dan menengah.
Penurunan tarif resiprokal yang berhasil disepakati juga dinilai memberikan manfaat strategis bagi Indonesia, khususnya dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan dan stabilitas sektor ketenagakerjaan dengan melindungi hingga 1 juta tenaga kerja yang bergantung pada sektor industri padat karya. Selain itu, daya saing produk Indonesia di pasar global seperti minyak sawit juga semakin menguat karena kian diminati di pasar AS dan Eropa.
“Saya bilang kalau ini tidak diberikan, Indonesia kompetitif, 1 juta orang akan kehilangan pekerjaan. Jadi Amerika kan ingin menjadi partner Indonesia, the third largest democratic country and the largest economy di Asia Tenggara,” jelas Airlangga.
Dalam kesepakatan terbaru dengan AS, Indonesia menawarkan pembelian langsung komoditas utama AS seperti energi dan produk pertanian. Menurut Airlangga, langkah tersebut lebih efektif dibanding skema penurunan tarif bertahap karena mampu memberikan dampak terhadap neraca perdagangan dalam waktu singkat.
Melalui pembelian langsung, Indonesia disebut mendapat keunggulan kompetitif dibanding negara lain di Kawasan, khususnya di sektor tekstil dan alas kaki yang selama ini menjadi tulang punggung industri padat karya.
“Jadi sebetulnya impor energi sudah kita lakukan setiap tahun. Selama ini kita impor dari berbagai negara termasuk Amerika, Timur Tengah dan berbagai negara di Afrika, sehingga ini hanya shifting dari negara-negara itu ke Amerika, tidak menambah dari total impor kita,” tutur Airlangga.